Parameter Penting Kualitas Full Fat Soya (FFSB)

Nutrisi yang paling mahal dalam formulasi pakan adalah enerji (metabolik) dan protein, sementara phosphor menduduki peringkat ketiga. Full fat soya (FFSB) merupakan bahan baku pakan yang bisa sekaligus mencakup kedua nutrisi ekonomis tersebut.

Kandungan protein nya  38 – 42 % dan minyak 18 – 22 %. Kadar lemak tepatnya 17-18% sebagai lemak kasar dengan Soxhlet menggunakan petroleum ether. Kandungan  lemak total 19,5% dengan hidrolisis asam. Selain kandungan asam linoleat, lecithin dan vitamin E.

Pada kondisi tertentu ketika harga jagung atau CPO tinggi, full fat soya akan cukup atraktif untuk digunakan dalam formulasi. Merupakan bahan baku yang potensial untuk sekaligus mensubstitusi SBM dan minyak di dalam pakan unggas. FFSB yang dihasilkan kualitasnya akan melebihi bungkil kedele (SBM).

Jika proses produksi yang mengandalkan faktor lama ekstrusi (waktu pendek), tingkat suhu (> 160oC), dan tekanan tinggi (40 atm) dilakukan dengan tepat. Variasi kualitas full fat soya banyak ditentukan oleh parameter proses, jenis mesin dan kualitas kacang kedele yang digunakan.

Proses pemasakan akan mematangkan dinding sel sehingga minyak dapat terbebaskan. Sekaligus protein juga mengalami pematangan yang menjadi lebih mudah dicerna. Kualitas nutrisi maupun struktur asam amino dari FFSB setelah melewati proses pemanasan yang tepat adalah jauh lebih baik dibandingkan kondisi asam amino dari bungkil kedele.

Percobaan Pemberian Full Fat Soya FFSB

Dalam suatu penelitian membandingkan pengaruh suhu panas ekstrusi 90; 110; 130 dan 160 oC pada proses full fat soya. Pakan diberikan pada ayam broiler jantan Ross umur 19 sampai 26 hari. Disimpulkan bahwa full fat soya dengan suhu ekstrusi 160 oC mempunyai aktivits inhibitor tripsin terkecil 1,9 mg/g sampel dibandingkan 14,8; 9,6; 4,5 mg/g sampel berurutan (Clarke E dan Wiseman J). Konsentrasi kecernaan lysine meningkat dari 0,58 menjadi 0,86 pada suhu ekstrusi 160 oC. Laju pertambahan berat badan dalam 3 hari meningkat dari 45 menjadi 92 g per ekor dengan peningkatan suhu ekstrusi (160 oC).

Perbandingan Kandungan Nutrisi FFSB dan Bungkil Kedele

Bahan BakuBKEnerji ProteinLemakFiberCaMetLys
(%)(kcal/kg) (%)
FFSB90334838,018,05,00,250,54 2,40
SBM, Ekstraksi expeller89242342,03,56,50,200,602,70
SBM, Ekstraksi solvent90224744,00,57,00,250,652,70
SBM dehulled, ekstraksi solvent88245647,81,03,00,310,703,02
Sumber : Jacquie Jacob, 2015

Proses pemanasan / pemasakan kedele utuh yang menghasilkan FFSB merupakan proses yang lebih efisien. Karena di satu sisi tidak membutuhkan proses ekstraksi solvent untuk memisahkan minyaknya (yang menghasilkan SBM). Atau pemanfaatan instalasi tambahan di pabrik pakan untuk menambahkan minyak, karena minyak bisa diperoleh dari full fat soya. Bungkil kedele merupakan ampas ekstraksi kimia biji kedele dengan pelarut heksan untuk mengambil hampir 99 % kandungan minyaknya.

Sedangkan FFSB masih mengandung keseluruhan minyak dari kedele mentah karena tidak ada minyak yang diekstrak. Sehingga nilai enerji metabolic TMEn nya tinggi >3800 kcal/kg. Perlakuan tekanan tinggi selama proses ekstrusi dan pelepasan tekanan saat FFSB ke luar dari die akan mengeluarkan minyak dari inter seluler menjadi lebih tersedia dan lebih stabil terhadap pengaruh oksidasi.

Kendala Nutrisi Full Fat Soya

Kendala utama FFSB seperti halnya juga yang menjadi kekhawatiran terhadap SBM dan kedele mentah adalah kandungan beberapa senyawa anti nutrisi. Seperti inhibitor tripsin  (Bowman-Birker atau Kunitz TI) dan chymotripsin, lektin (phytohaemaglutinin), urease, saponin, faktor – faktor allergen, anti vitamin, dan lipase / lipoxygenase. Dua yang pertama adalah yang paling sering menimbulkan masalah bagi ayam. Tetapi seluruhnya berdampak mengganggu kecernaan kedele di sistem pencernaan.

Aktivitas inhibitor chymotripsin dengan perlakuan panas lebih mudah dihancurkan dibandingkan aktivitas TI dan lektin yang relatif lebih tahan panas. Keberadaan TI mengganggu proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme nutrisi di saluran pencernaan. Khususnya di usus halus bagian atas di mana anti nutrisi ini membentuk senyawa kompleks dengan protease pankreas. Menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim protease.

Dengan keterbatasan enzim tersebut akan memaksa sekresi berlebihan dari kelenjar eksokrin pankreas. Berujung menyebabkan hipertrofi (pembesaran ukuran organ) dan hyperplasia (perbanyakan sel-sel organ) pankreas. Serta kehilangan asam – asam amino esensial, juga menghambat kerja proteolitik dari tripsin. Pada akhirnya kombinasi efek tersebut akan menekan laju pertumbuhan. Inhibitor tripsin (TI) dan aktivitas urease (UA) disimpulkan mempunyai korelasi yang erat dengan berat badan unggas dan konversi pakan (FCR).

Korelasi Konsentrasi TI dan Koefisien Kecernaan Ileum Asam Amino pada Broiler

Asam AminoKonsentrasi TI (mg/g)
14,89,64,5 1,9
Koefisien Cerna Ileum AsamAmino (%)
Lysine58,275,782,785,8
Methionine54,574,381,187,2
Cystine34,559,566,671,8
Valine46,171,177,182,3
Suhu Barel Ekstruder (oC)90110130160
Sumber : Clarke and Wiseman, 2007 dalam J.E. van Eys. Manual of Quality Analysis for Soybean Products in the Feed Industry

Metoda Proses Pembuatan Full Fat Soya

Ada beberapa metoda untuk proses pembuatan FFSB. Intinya adalah merupakan perlakuan panas dengan mengkombinasikan suhu, tekanan dan lama waktu perlakuan,  dilengkapi dengan penambahan air dan injeksi uap panas pada beberapa metoda. Beberapa metoda yang umum antara lain ekstrusi basah, ekstrusi kering, expander dan roasting / toasting (panggang).

Setiap metoda mempunyai kelebihan dan kekurangan, tetapi yang paling umum digunakan dalam memproduksi FFSB adalah metoda ekstrusi. Karena panas tinggi yang digunakan dalam waktu lebih singkat (HTST = hot temperature short time) dengan tekanan tinggi memperkecil resiko kerusakan nutrisi protein. Denaturasi protein yang merusak factor anti nutrisi dan memperbaiki kecernaan. Serta memecahkan sel – sel untuk mengeluarkan kandungan minyak menjadi lebih tersedia.

Ekstrusi dengan Ekstruder

Ekstrusi adalah membentuk bahan menggunakan daya dorong melalui putaran barel screw. Memaksa bahan ke luar melewati sebuah bukaan kecil di bagian ujung ekstruder yang bentuknya spesifik (die). Pada beberapa bagian screw dipasang penahan serta sudut kemiringan ulir yang lebih tegak. Ini akan memperlambat gerak maju bahan sehingga menimbulkan tekanan balik. Ditambah dengan tekanan yang diterima bahan di ujung lubang keluar, akan menimbulkan tekanan dan suhu tinggi.

Bahan akan mengalami gelatinisasi dan pada saat keluar dari die. Tekanan yang berkurang tiba-tiba akan menyebabkan kandungan air internal akan menguap dan struktur bahan mengembang. Ekstrusi kering sudah dilengkapi dengan pre-conditioner – sebelum ekstruder – di mana diinjeksikan steam (dan air). Sehingga dapat mengurangi keausan komponen barel screw sampai 20 % karena berkurangnya beban gesekan. Mengurangi penggunaan enerji listrik sampai 40 % dan secara bersamaan kapasitas dapat ditingkatkan sebanyak 2 kali.

Pre-conditioning

Pre-conditioning merupakan proses penambahan air dan steam terhadap bahan sebagai perlakuan pendahuluan yang akan memudahkan kerja ekstrusi di proses berikutnya.  Kadar air bahan semula  berkisar 10 – 12 % dan suhu bahan 25 oC. Saat keluar meninggalkan preconditioning masuk ke dalam barrel ekstruder mempunyai kadar air 10 – 30 % dan suhu meningkat menjadi 25 – 95 oC. Memasuki proses ekstrusi, bahan yang sudah menyerap air, lebih homogen dan mengalami pemanasan pendahuluan. Protein nya akan  terdenaturasi.

Saat produk ke luar dari die akan mengandung 14 – 35 % kadar air dan suhu 60 – 175 oC. Dengan kandungan air yang tinggi maka dibutuhkan proses pengeringan menggunakan dryer. Sebaliknya pada ekstrusi kering yang tidak menambahkan steam atau air dalam prosesnya, tidak memerlukan pengeringan terhadap produk akhir. Cukup dengan pendinginan saja.

Bagian utama dari ekstruder di antaranya adalah screw. Dikenal 2 tipe extruder berdasarkan jumlah screw yaitu single screw dan double screw. Dengan double screw bisa menghasilkan produk > 16 ton / jam.  Jenis bahan baku yang bisa diproses lebih beragam. Mulai dari yang kental, sangat berminyak, lengket atau yang sangat berair yang biasanya tergelincir jika menggunakan single screw. Untuk produksi FFSB sudah cukup menggunakan tipe single srew.

Perbedaan Metoda Pembuatan FFSB

MetodaSuhu PemanasanUap Panas (Steam)Gesekan (Friksi)Tekanan
Ekstrusi Kering150-160 oC-Ada30-40 bar
Ekstrusi Basah135-140 oC+KurangKurang
Expander100-140 oC+KurangYa / Tidak
Roasting / Toasting100-105 oC-Tidak adaTidak ada
Sumber : Mohamed Sherif, Processing and Quality of Soybean Meals, 2014

Ekstrusi Kering Full Fat Soya

Ekstrusi kering yang tidak menggunakan sumber panas (steam) seperti pada ekstrusi basah, memanfaatkan kekuatan puntiran bahan, gesekan dan tekanan balik yang dihasilkan dari perputaran screw. Idealnya mesin ekstrusi kering yang khusus bekerja untuk memproduksi full fat soya mempunyai as utama yang berputar > 500 putaran per menit (RPM) untuk dapat menghasilkan tekanan dan suhu yang optimal. Dalam hal target pengurangan senyawa anti nutrisi, kedua metoda ekstrusi sama efektifnya untuk dapat merusak > 90 % TI tanpa merusak lisin.

Ekstrusi kering paling tinggi pengurangannya mengingat capaian suhu pemanasan 150 – 160 oC dan kandungan air 9 – 11 %. Setidaknya proses ekstrusi minimal harus mampu mengurangi kadar TI sampai sebanyak 85 % untuk batas yang dianggap aman bagi unggas.

Dalam proses ekstrusi, bahan akan mengalami beberapa fungsi yaitu di antaranya (1) perubahan tekstur bahan dari bentuk aslinya menjadi lebih lunak, matang, mengembang, pipih. (2) perlakuan panas yang timbul akibat puntiran bahan, friksi dan tekanan kuat ke lubang die. (3) dehidrasi sebagian disebabkan penguapan kandungan air akibat panas dan tekanan dari putaran screw. (4) homogenisasi di mana putaran screw akan mengaduk  bahan.

Selanjutnya (5) denaturasi protein yang menonaktifkan anti nutrisi dan meningkatkan kecernaan protein dan asam amino. (6) gelatinisasi akibat pematangan sel – sel pati. (7) perlakuan panas tinggi merusak mikro organisma dan senyawa racun. (8) tekanan tinggi dan pelepasan tekanan saat keluar dari die mengembangkan tekstur bahan. (9) membentuk bahan sesuai dengan ukuran dan macam cetakan die.

Faktor Kritis Pembuatan Full Fat Soya

Faktor kritis dalam proses produksi yang menentukan kualitas akhir dari FFSB adalah panas yang cukup di antaranya untuk merusak enzim lipase dan lipoxygenase yang menyebabkan ketengikan. Meskipun di dalam FFSB sudah mengandung kadar tinggi tocopherol dan lecithin yang bersifat antioksidan. FFSB yang mulai tengik ditandai oleh meningkatnya kadar nilai peroksida dan asam lemak bebas.

Kadar air full fat soya sebaiknya tidak lebih dari 12 % sebab kondisi ini dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik yang bisa memicu ketengikan oksidatif dan selanjutnya mendukung pertumbuhan jamur.  Kualitas FFSB juga ditentukan oleh kualitas kedele mentah yang digunakan termasuk persentase kotoran seperti debu, pasir, batang, jerami, biji mati dan lain -lain. Kontaminasi impuritis yang terlalu tinggi akan menurunkan nilai nutrisi FFSB.

Anti Nutrisi Tripsin Inhibitor

Tidak semua anti nutrisi akan bisa dirusak selama proses ekstrusi karena beberapa ada yang tahan panas atau proses ekstrusi yang kurang sempurna tidak mampu mengamankan FFSB yang dihasilkan, sehingga diperlukan upaya untuk mengukur kandungan anti nutrisi yang masih tersisa. Tingkat kondisi aktivitas TI sebesar 4 mg/g diasumsikan mempunyai efek minimal yang merugikan kesehatan unggas. TI diukur menggunakan sampel yang diambil dari cairan pencernaan di usus halus.

TI memberikan efek yang merugikan bagi saluran pencernaan unggas jika full fat soya kurang matang digunakan dalam persentase tinggi. Sehingga penggunaan maksimum FFSB dalam formulasi pakan harus dibatasi. Dan sebaliknya jika proses menyebabkan terlalu panas akan menurunkan kualitas protein yang berpengaruh buruk terhadap laju pertumbuhan.

Beberapa uji laboratorium perlu dilakukan untuk mengevaluasi kualitas full fat soya. Antara lain dengan metoda (1) indeks aktivitas urea (UI), (2) kelarutan protein dalam KOH (PSKOH), (3) indeks dispersibilitas protein (PDI).

Pemanasan yang cukup selama proses ekstrusi akan menurunkan kandungan inhibitor tripsin, mengurangi aktivitas urea dan menurunkan kelarutan protein. Perlakuan pemanasan akan memecah ikatan disulfit dan menonaktifkan inhibitor tripsin. Ion – ion sulfit juga akan memecah ikatan disulfit dan membentuk senyawa thiol dan beberapa turunannya.

Mengingat senyawa anti nutrisi yang menjadi target perusakan merupakan protein maka dibutuhkan perlakuan panas yang tepat untuk hanya men-denaturasi senyawa anti nutrisi tersebut dan tidak merusak protein. Karena jika protein mengalami terlalu panas menyebabkan penurunan ketersediaan asam amino akibat reaksi Mailard. Khususnya asam amino lisin yang paling peka.

Uji Aktivitas Urease Full Fat Soya

Uji kualitas pemrosesan FFSB dilakukan secara in vitro untuk memastikan apakah FFSB mengalami pemanasan yang kurang atau berlebihan. Yang akan berpengaruh terhadap kandungan senyawa anti nutrisi di dalam full fat soya. Indeks aktivitas urease mengacu pada metoda resmi AOCS Ba9-58. Sebanyak 0,2g (± 0,001 g) dicampur dengan 10 mll larutan urea dan ditempatkan dalam penangas air bersuhu 30 oC selama 30 menit. Selisih   perbedaan nilai pH larutan penyangga phosphat dan larutan penyangga urea adalah merupakan nilai UI.

Uji aktivitas urease dilakukan untuk menentukan kualitas pemanasan proses FFSB. Secara tidak langsung akan bisa mengevaluasi kandungan inhibitor tripsin dan lektin. Nilai perbedaan pH tersebut di atas adalah menggambarkan perubahan yang terjadi akibat aksi kerja urease yang mengkonversi urea menjadi ammonia. Kisaran nilai UI di antara 0,2 dan 0,05 mengindikasikan tingkat pemanasan FFSB yang normal (Wright, K.N, 1986). Uji UI lebih tepat diguakan untuk mengukur proses FFSB yang kurang panas (under process).

Perbandingan Hasil Analisa In Vitro FFSB Ekstrusi Basah berbagai Suhu Pemanasan dan SBM

Perlakuan Panas (oC)Kadar AirAktivitas Urease Tripsin InhibitorPS KOH
(%)(pH unit)(TI unit /g)(%)
Kedele Mentah8,391,9950.80098
1188,011,6929.40087
1207,971,1126.00089
1227,910,0717.70089
1268,150,0812.20088
1407,970,034.70079
SBM10,450,083.00082
Sumber : N. Ruiz, F. de Belalcazar, and G. J. Dıaz, 2004

Uji Kelarutan Protein Full Fat Soya

Sebaliknya uji kelarutan protein dalam larutan KOH dilakukan untuk mengidentifikasi kelebihan proses FFSB (over process). Uji kelarutan protein dalam larutan 0,2 % KOH menggunakan metoda Araba dan Dale. Di mana 1,5 g (± 0,001) sampel full fat soya ditambahkan ke dalam 75 ml larutan KOH 0,2% dan diaduk dalam stirer magnetik selama 20 menit.

Selanjutnya di sentrifuse selama 10 menit pada suhu 21 oC. Bagian yang mengambang (supernatant) disaring ke dalam gelas piala dan diukur kandungan nitrogen nya menggunakan metoda Kjeldahl sesuai metoda AOAC.

Kelarutan protein dinyatakan sebagai persen protein dari supernatan terhadap total protein dalam FFSB. Pada full fat soya mentah (yang diproses pada suhu rendah) nilai PSKOH akan mendekati 100 % dan nilai kelarutan akan menurun sejalan dengan peningkatan suhu pemanasan. Kisaran nilai PSKOH yang bisa diterima untuk penggunaan pada pakan unggas adalah antara 70 dan 85 % (Araba, M and N.M. Dale, 1986).

Uji PDI adalah untuk mengukur kualitas proses pemanasan full fat soya dengan metoda AOCS Ba10-65. Yaitu 8 g (± 0,001 g) sampel full fat soya ditambahkan 150 ml air dan diaduk pada putaran 8500 rpm suhu 21 oC selama 10 menit. Supernatan disaring ke dalam gelas piala dan kandungan nitrogen diukur sesuai metoda Kjeldahl menurut AOAC.

Uji PDI akan mengukur kelarutan protein dalam air yang diaduk dengan kecepatan tinggi. Nilai PDI dinyatakan sebagai  persentase protein dari superrnatan terhadap total protein FFSB. Kisaran nilai PDI antara 15 dan 28 % menggambarkan tingkat pemanasan proses FFSB yang cukup (Monary, 1996) dan secara aman bisa diterima dalam pakan unggas.

Daftar Pustaka

  1. Seyed Ali Mirghelenj, Abolghasem Golian, Hassan Kermanshahi, and Ahmad Reza Raji. Nutritional value of wet extruded full-fat soybean and its effects on broiler chicken performance. J. Appl. Poult. Res. 22 :410–422. 2013
  2. Ruiz, F. de Belalcazar, and G. J. Dıaz. Quality Control Parameters for Commercial Full-Fat Soybeans Processed by Two Different Methods and Fed to Broilers. J. Appl. Poult. Res. 13:443–450. 2004
  3. van Eys. Manual of Quality Analysis for Soybean Products in the Feed Industry. 2nd Edition. US Soybean Export Council.
  4. Foltyn M., Rada V., Lichovníková M. The Effect of Graded Level ExtrudedFull-Fat Soybean in Diets for Broiler on Apparent Ileal Amino Acid Digestibility. 2012
  5. Jacquie Jacob. Feeding Soybean ro Poultry. 2015
  6. Mohamed Sherif. Processing and Quality of Soybean Meals. 2014
soybean for full fat soya
Previous Post

No more post

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verified by MonsterInsights