Mengendalikan kesehatan saluran pencernaan berdampak signifikan terhadap performans ayam. Kasus – kasus konversi pakan yang buruk, penyakit yang menyebabkan kerusakan sel – sel usus halus seperti variant IB, diare / kotoran basah, koksidiosis, nekrotik enteritis merupakan makanan keseharian yang dihadapi peternak broiler. Kualitas pakan mempengaruhi keseimbangan mikroflora usus.
Permasalahan tersebut sangat merugikan karena pakan yang beban biayanya semakin tinggi menadi tidak efisien, pengeluaran tambahan untuk biaya pengobatan, angka mortalitas yang tinggi dan IP tidak tercapai.
Bagaimanakah kualitas pakan bisa membantu menjaga kesehatan system pencernaan. Sistem pencernaan unggas yang monogastrik mempunyai ukuran yang relatif pendek dan sederhana sehingga proses cerna bisa diselesaikan lebih singkat yaitu kurang dari 4 jam. Sebagai omnivora, mempunyai keterbatasan untuk mencerna bahan dengan kandungan serat kasar tinggi, sehingga dalam kaitan ini kualitas pakan salah satunya diukur.
Contents
- 1 Saluran Pencernaan
- 2 Populasi Bakteri
- 3 Perkembangan Populasi Mikroflora Usus
- 4 Komunitas Mikroflora Usus
- 5 Jenis Mikroflora Usus
- 6 Dampak Negatif Ketidakseimbangan Mikroflora Usus
- 7 Faktor Pengubah Keseimbangan Mikroflora Usus
- 8 Penggunaan Antibiotik Mempengaruhi Mikroflora Usus
- 9 Pengaruh Mikotoksin terhadap Keseimbangan Mikroflora Usus
- 10 Kualitas Pakan dari Sudut Penggunaan Bahan Baku
- 11 Polisakarida Non Pati
- 12 Percobaan NSP Kualitas Pakan
- 13 Tekstur Mempengaruhi Keseimbangan Mikroflora Usus
- 14 Referensi
Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan unggas terbagi atas 5 area utama yaitu crop (tembolok), proventrikulus (lambung sejati), gizzard (empedal), usus halus (duodenum, jejunum, ileum) dan usus besar (sekum, kolon, rektum). Proses pencernaan berlangsung pada semua area tetapi penyerapan nutrisi terjadi pada usus halus yaitu melalui villi – villi.
Meskipun tembolok berfungsi sebagai tempat simpanan sementara tetapi dapat ditemukan di dalamnya populasi mikroflora yang didominasi oleh lactobacilli, lalu enterococci dan sejumlah kecil micrococci dan semacam ragi.
Lactobacilli memfermentasi makanan dan menyebabkan suasana asam akibat diproduksinya asam laktat. Suasana yang jauh lebih asam ditemukan dalam proventrikulus karena di situ dihasilkan asam hidroklorit. Sel kelenjar di dinding proventrikulus akan berkerut ketika dilewati makanan dan akan mensekresikan asam hidroklorit, getah lambung dan pepsin. Suasana asam di perut kelenjar tidak mendukung kehidupan sebagian besar bakteri, sehingga tidak ditemukan bakteri di sini.
Populasi Bakteri
Empedal berupa serabut otot padat dan tebal berbentuk oval mempunyai dua lubang di bagian ujungnya yang masing – masing berhubungan dengan perut kelenjar dan usus halus. Empedal mempunyai kondisi pH yang bersifat asam dan populasi besar lactobacilli yang ditemukan di sini berasal dari tembolok.
Gerakan menggilas oleh perototan empedal berlangsung 4 kali semenit dan unggas memerlukan tambahan kerikil untuk meningkatkan efek penggilasan. Di usus halus spesies mikrobiota lebih beragam masih didominasi lactobacilli, selain E. coli, clostridia, eubacteria, propionibacteria, fusobacteria dan enterococci. Duodenum merupakan tempat utama terjadinya pencernaan kimiawi dan penyerapan nutrisi.
Populasi bakteri di dalam usus halus mengalami peningkatan sejalan pertambahan umur tetapi pada umumnya akan stabil setelah umur 2 minggu. Proses pencernaan masih berlangsung setelah usus halus, yaitu di usus buntu (sekum) yang mencerna bahan dengan kandngan serat kasar tinggi melalui bantuan aksi mikro organism (pencernaan mikrobiologik).
Kondisi sekum yang stabil memungkinkan kolonisasi bakteri yang mempunyai pertumbuhan lambat sehingga mengandung banyak komunitas bakteri untuk memecah bahan yang sulit tercerna. Mikroflora usus atau mikrobiota didominasi oleh lactobacilli, colliform, enterococci, bacteroides, eubacteria, bifidobacteria, dan clostridia. Terakhir di dalam rektum berlangsung re-absorbsi air untuk keseimbangan air tubuh dan meningkatkan kandungan air di sel tubuh.
Perkembangan Populasi Mikroflora Usus
Mikroflora usus yang biasa ditemukan di dalam saluran pencernaan sebenarnya merupakan camuran dari beberapa mikro organisme. Antara lain bakteri, jamur dan protozoa tetapi bakteri adalah yang paling dominan.
Bakteri dikelompokkan ke dalam domain prokariota yaitu karena ketiadaan membrane inti sel sehingga materi genetic (RNA dan DNA) melayang – layang di dalam daerah sitoplasma. Bergey mengklasifikasikan prokariot ke dalam beberapa kelompok di antara nya Proteobacteria (termasuk bakteri Gram Negatif) , low G+C gram positif dan high G+C Gram positif.
Pengelompokan bakteri ke dalam Gram positif dan negative adalah penting terutama sewaktu dilakukan perlakuan menggunakan antibiotika. Pembagian tersebut ditemukan oleh Hans Christian Gram berdasarkan struktur dinding selnya. Di mana bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tersusun oleh lapisan peptidoglikan sejenis molekul polisakarida.
Sedangkan bakteri Gram negatif dinding selnya tersusun dari lipopolisakarida yang lebih tebal sementara lapisan peptidoglikan nya lebih tipis. Actynnomyces, Bacillus, Clostridium, Enterococcus, Lactobacillus, Mycobacterium, Mycoplasma, Staphylococcus, Streptococcus, adalah merupakan Gram Positif. Bakteri Gram Negatif di antaranya Enterobacter, Escherichia, Proteuc, Salmonella, Pseudomonas dll.
Segera setelah menetas, anak ayam sudah terkena bakteri yang diperolehnya dari lingkungan, dari pakan dan dari personel. Bakteri sudah akan membentuk koloni di tembolok dalam waktu 24 jam setelah menetas. Dan berikutnya satu hari setelah menetas, bakteri juga sudah mendominasi area ileum dan sekum. Jumlahnya pada ayam broiler berurutan mencapai 108 dan 1010 sel per gram digesta.
Dalam waktu 3 hari pasca menetas, jumlahnya di dalam ileum dan sekum sudah meningkat sebanyak 10 kali lipat. Sampai 30 hari berikutnya jumlah bakteri cenderung stabil. Jumlah sel bakteri dalam saluran pencernaan melebih jumlah sel tubuh inang sampai 10 kali lipatnya. Bahkan jenis spesies bakteri masih belum semuanya bisa dipetakan.
Komunitas Mikroflora Usus
Pada dasarnya setiap spesies bakteri yang berbeda mempunyai pilihan substrat dan kebutuhan untuk pertumbuhan yang berbeda. Sampai ke komposisi kimia bahan yang dicerna, sehingga pada akhirnya menentukan komposisi komunitas mikroba di setiap area dalam saluran pencernaan.
Penelitian terakhir menunjukkan di dalam saluran pencernaan broiler bisa ditemukan 640 spesies bakteri. Jumlah dan jenisnya berbeda dan beragam di setiap area. Sangat tergantung pada kondisi lingkungan (keasaman) dan laju pergerakan bahan makanan. Semakin cepat pergerakan makanan maka jumlah bakteri semakin sedikit. Juga pada kondisi yang sangat asam banyak bacteria tidak mampu berkoloni.
Komunitas mikroba di dalam saluran pencernaan membentuk ekosistem yang dinamis. Secara kuantitatif dan kualitatif perbedaan struktur komunitas di antara individu yang dipelihara dalam satu pen yang sama bisa terjadi. Banyak faktor bisa memodifikasi komunitas mikroba seperti di antaranya tingkat kepadatan kandang, jenis pakan, kualitas pakan. Termasuk faktor lain seperti program pemberian pakan, kondisi perkandangan, jenis alas kandang, umur ayam, keberadaan pathogen dan lain – lain.
Jenis Mikroflora Usus
L.Z. Yin et al (1997) dalam percobaan media untuk isolasi bakteri anaerob dengan menambahkan ekstrak feses bisa mengidentifikasi bakteri utama yang dominan di duodenum dan jeje-ileum dari genera Lactobacillus, Streptococcus dan E. coli yang merupakan 60 – 90 % dari komunitas bakteri.
Di sekum bisa mengisolasi 10 bakteri yang di antaranya Streptococcus, Staphylococcus, lactobacillus, E. coli, Clostridium, Bacteroides, Fusobacterium. Genera lactobacillus. Spesies yang paling dominan adalah L. acidophilus, L. salivarius dan L. fermenti. Dari begitu banyak spesies bakteri saluran pencernaan, baru kurang dari 25 % yang sudah berhasil dikulturkan.
MD Lee et al dari Universitas Georgia mencoba mengidentifikasi jenis mikroflora usus yang dominan, menemukan 68,85 % rangkaian uji di segala umur broiler didominasi oleh Lactobacillus. Spesies dan struktur komunitas nya akan berbeda sesuai dengan perkembangan umur. Jika pada umur 3 hari rangkaian jenis spesies mikrolora usus yang dominan adalah L. delbrueckii, C. perfringens, dan Compylobacter coli.
Mulai umur 7 sampai 21 hari struktur komunitas mikroflora usus masih didominasi Lactobacillus. Tetapi dengan spesies yang berbeda dengan urutan yaitu L. acidophilus, Enterococcus, dan Streptococcus.
Pada umur 49 hari komunitas mirip dengan yang ditemukan pada umur 28 hari di mana terdapat dominasi L. crispatus. Di luar dominasi Lactobacillus, mikroflora dominan lain yang terdeteksi paling dominan di usus halus adalah dari family Clostrdiaciae (11 %), genus Streptococcus (6,5 %) dan Enterococcus (6,5 %) (World Poultry, Mar 2011).
Bakteri E. coli dan Campylobacter juga terdapat dalam konsentrasi yang lebih tinggi di tembolok. Dibandingkan yang ditemukan di dalam empedal. Salanito et al memperkuat dominan nya Lactobacillus (33,8 – 59%) di dalam ileum pada anak ayam umur 14 hari. Sedangkan jenis lain Streptococcus, E. coli, Eubacteria dan Clostridia terdapat dalam jumlah kecil. Dominasi Lactobacillus memang memperlihatkan status usus yang sehat.
Dampak Negatif Ketidakseimbangan Mikroflora Usus
Banyak faktor sudah diketahui dapat menyebabkan perubahan populasi mikroflora usus (di dalam saluran pencernaan). Tidak ada satu faktor yang memberikan perubahan yang sama karena struktur mikroflora bisa terbentuk diakibatkan interaksi lebih dari satu faktor. Berubahnya populasi mikrobiota di usus halus dan sekum yang berlangsung selama kondisi ketidakseimbangan biasa disebut disbakteriosis. Jika dibiarkan berlarut-larut akan merugikan performans ternak.
Efek merusak itu disebabkan oleh beberapa hal. (1) Metabolit yang dihasilkan bakteri sewaktu memecah nutrisi menyebabkan iritasi permukaan usus. Misalnya metabolit amin dari pemecahan asam amino. (2) Jenis bakteri tertentu yang populasinya meningkat secara spesifik merusak permukaan villi usus. Sehingga mengurangi luas area permukaan untuk penyerapan nutrisi. (3) Jenis bakteri lain menonaktifkan asam empedu sehingga mengurangi penyerapan lemak.
Selanjutnya (4) Mikroflora usus berperan penting dalam mengembangkan dan pemasakan sistem imun. Sehngga ketika populasi mikroflora usus tersebut sangat berkurang akibat kalah berkompetisi maka ternak mengalami kemunduran dalam system imun. Menjadi lebih mudah terserang penyakit. (5) Mikroflora usus diketahui mampu memfermentasi serat kasar bahan tanaman yang sulit dicerna dan dengan demikian memberikan ekstra nutrisi bagi ternak. Jika mikrobiota ini tersingkir maka ternak juga akan dirugikan.
Faktor Pengubah Keseimbangan Mikroflora Usus
Kualitas pakan dianggap sebagai salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kejadian ketidakseimbangan mikrobota saluran pencernaan yang menyebabkan gangguan kesehatan usus. Percobaan pemberian pakan tinggi protein (120 % dari standar) dan rendah protein (80 % dari standar) dengan metoda Principle Component Analysis terhadap komunitas bakteri di sekum memperlihatkaann adanya pengelompokan populasi bakteri (mikroflora usus) yang signifikan di antara individu individu ayam yang diberi pakan percobaan.
Memang banyak faktor di dalam pakan yang harus diperhitungkan antara lain kualitas bahan baku, kandungan nutrisi, kontaminasi mikotoksin. Selain itu juga kualitas fisik pakan seperti ukuran partikel yang terlalu halus. Juga kualitas pelet (kekerasan) yang buruk menyebabkan lebih banyak tepung dalam pakan yang mempercepat laju pergerakan di dalam saluran pencernaan (feed passage). Mengurangi penyerapan nutrisi di usus dan menyediakan nutrisi sisa yang tidak terserap untuk menjadi sumber makanan bagi bakteri pathogen.
Penggunaan Antibiotik Mempengaruhi Mikroflora Usus
Penggunaan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan (AGP) ke dalam pakan secara terus menerus selama hampir satu dekade ini adalah dalam upaya untuk mempertahankan flora normal yang sehat. Karena seperti umum diketahui bahwa bakteri pathogen dalam saluran pencernaan unggas adalah Clostridium yang dominan merugikan pada ayam muda.
Berikutnya adalah Salmonella, Campylobacter serta E. coli pada ayam yang lebih tua. Antibiotik diketahui menghambat pengaruh buruk dari C. perfringens yang dapat menyebabkan nekrotic enteritis pada unggas. Saat ini antibiotika sudah dilarang digunakan dalam pakan dengan dosis pemacu pertumbuhan.
Beberapa percobaan penggunaan antibiotika dalam berbagai dosis yang berbeda mengubah keseimbangan mikroflora. Menghasilkan efek yang berbeda secara negatif atau positif. terhadap mikroflora usus.
Perlakuan dengan ionphore monensin menekan populasi L. acidophilus yang diketahui sensitif terhadap monensin. Sebaliknya populasi Clostridia yang terlalu banyak tidak memperlihatkan penurunan. Melonjaknya Clostridiales (C. lituseburense dan C. irregularis ) di ileum tidak memberikan pengaruh buruk terhadap hewan inangnya.
Pengaruh Mikotoksin terhadap Keseimbangan Mikroflora Usus
Mikotoksin yang merupakan ancaman sehari – hari karena utamanya mencemari bahan baku penyusun pakan, mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan sistem pencernaan. Fumonisin bersifat racun yang merusak sel – sel usus halus dengan cara memodifikasi viablitas dan proliferasi, produksi sitokinin dan fungsi penghambat (Bouhet dan Oswald, 2007). Mengurangi kemampuan sel – sel usus untuk melindungi dari perpindahan bakteri pathogen di dinding usus.
Konsumsi FUM meningkatkan koloni E. coli di saluran pencernaan babi, juga anak ayam broiler mempunyai E. coli yang tinggi di dalam darah, hati dan limpa.
Ochratoxin mengganggu pelapisan epithel usus yang mempunyai fungsi pelindung menimbulkan nekrosis dan mengurangi ukuran panjang vili (pada tikus). Pada akhirnya akan meningkatkan kepekaan terhadap pathogen. Juga ditemukan lebih banyak oosit E. acervulina dan E. adenoeides dibandingkan yang tidak mengalami kontaminasi toksin.
OCR meningkatkan jumlah unit koloni yang terbentuk (CFU = colony forming unit) di dalam jejunum dan sekum. Unggas yang diberi DON (deoxynivalenol) dosis rendah atau sedang, mengalami pengurangan ketinggian villi di jejunum dan ileum.
Kualitas Pakan dari Sudut Penggunaan Bahan Baku
Pakan di sini utamanya disusun dari jagung – bungkil kedele (SBM) dan dilengkapi dengan bahan sumber protein asal hewan dan tanaman serta sumber enerji dan mineral lainnya. Karakteristik fisik dan kimia setiap bahan memberikan kontribusi / pengaruh yang berbeda terhadap struktur komunitas bakteri di usus.
Pakan broiler dengan bahan dasar jagung atau sorghum cenderung meningkatkan jumlah bakteri Enterococcus, sedangkan barley akan meningkatkan jumlah Lactobacillus. Dengan kata lain akan mengganggu keseimbangan mikroflora usus.
Oat menyebabkan peningkatan jumlah bakteri dari genera Escherichia dan Lactococcus, sedangkan jika rye sebagai bahan utama akan meningkatkan Streptococcus (Apajalahti, 2004). Oleh karena itu setiap kali pergantian jenis pakan atau perubahan komposisi bahan baku yang signifikan sangat berpeluang untuk mengubah komposisi struktur komunitas bakteri di usus dan keseimbangannya.
Faktor di dalam bahan baku yang berpengaruh terhadap keseimbangan mikrobiota usus di antaranya adalah kandungan anti nutrisi. Senyawa ini mengganggu pemanfaatan nutrisi dalam proses pencernaan sehingga menyebabkannya menjadi tidak tersedia. Dengan berbagai cara seperti mengurangi kecernaan protein, berikatan dengan berbagai nutrisi, merusak dinding usus yang berakibat mengurangi efisiensi pencernaan.
Polisakarida Non Pati
Anti nutrisi yang paling utama adalah non starch polisakarida (NSP) yang mengurangi kecernaan dan pemanfaatan protein maupun karbohidrat. NSP merupakan bagian dari dinding sel tanaman. Secara erat berasosiasi dengan dengan polisakarida lainnya maupun material non karbohidrat (protein, lignin).
Berdasarkan pola asosiasi tersebut NSP berbeda dalam hal kelarutannya sehingga bisa dibedakan sebagai NSP yang larut air dan tidak larut. Selulosa termasuk tidak larut dalam air dan lebih condong sebagai serat kasar. B-glukan dan arabynoxlan sebagian bersifat larut dalam air.
NSP jenis ini mempengaruhi viskositas bahan cerna dalam saluran pencernaan menyebabkan kesulitan enzym pencerna untuk mencapai bahan target. Serta mengurangi penyerapan nutrisi yang sudah dibebaskan.
Beberapa struktur utama polisakarida non pati yang biasa ditemukan dalam bahan baku asal tanaman adalah selulosa, arabinoxilan, arabinogalaktan, B-glucan, galaktomanan, xyloglukan, rhamno galactouronans. Meningkatnya kekentalan digesta membatasi pencampuran yang maksimal digesta dengan enzyme pankreas dan asam empedu.
Sifat umum dari NSP adalah resistensinya terhadap unjuk kerja enzym pencernaan. Mempunyai kecenderungan untuk menciptakan suasana kental di lingkungan dalam usus. Bahan tercerna (digesta) yang selanjutnya menjadi lebih kental akan terbatasi pergerakannya untuk menembus dinding usus. Ini menyebabkan berkurangnya efektivitas pencernaan dan penyerapan.
Tingginya viskositas atau kekentalan yang ditimbulkannya di dalam saluran usus menurunkan kecepatan laju pergerakan bahan cerna akan meningkatkan waktu retensi dalam usus. Pada gilirannya situasi ini mendukung kolonisasi bakteri pathogen serta meningkatkan aktivitasnya di usus halus. Kekentalan digesta merupakan unsur penyebab langsung yang memberikan rangsangan yang berlebihan terhadap mikroflora usus. Mengganggu keseimbangan mikroflora usus dan meningkatkan populasi bakteri pathogen.
Percobaan NSP Kualitas Pakan
Terdapat korelasi antara kandungan NSP larut air (soluble) dalam pakan terhadap struktur komunitas bakteri dalam saluran pencernaan. Dibuktikan dengan percobaan terhadap 120 ekor ayam broler Ross yang diberi 4 perlakuan pakan. Yaitu EG1 (34% SBM starter & 30,5% SBM grower), EG2 (10% Sun Flower Meal 36% CP), EG3 (10 % SFM 27% CP) dan EG4 (15% kacang kapri). Dengan 2 fase pakan yaitu pakan starter (0-3 minggu) dan grower (4-6 minggu). Tiga pakan terakhir starter dan grower persen bahan sumber protein digunakan sama besar.
Pakan starter diformulasikan mempunyai ME 3025-3194 kcal/kg dan protein 21,9-22,20 % sedangkan pakan grower ME 3033 – 3200, protein 20,02 – 20,16 %. Formulasi pakan untuk masing – masing perlakuan dianalisa nilai kandungan NSPs (larut), NSPi (tidak larut) dan NSPt (total) nya. Perbedaan tersebut disebabkan karena SBM mempunyai kandungan NSP larut paling rendah sedangkan SFM adalah yang tertinggi.
Jumlah bakteri asam laktat dan coliform serta keseimbangannya dipengaruhi oleh kandungan NSP dari pakan. Terdapat korelasi sangat erat antara jumlah bakteri laktat dan NSPi (r = 0,827) dan antara jumlah bakteri laktat, colifom dan NSPi (r=0,849). Sedangkan antara NSPs dengan bakteri laktat maupun coliform tidak mempunyai korelasi yang kuat (r= 0,097 dengan laktat dan r= 0,309 dengan coliform).
Hambatan perkembangbiakan populasi bakteri yang paling tinggi terdapat pada perlakuan EG3 dan EG4. Disebabkan oleh rendahnya protein pakan sehingga menjadikannya kurang tersedia untuk perkembangan bakteri di usus.
Jumlah bakteri laktat dalam sekum semakin menurun sejalan dengan peningkatan kandungan NSPi dari 9 ke 13 %, sedangkan jumlah bakteri coliform cenderung meningkat. Sumber protein bahan baku akan menentukan jenis NSP dan besaran kandungannya, sehingga harus diperhitungkan dalam formulasi dan penambahan enzyme yang mampu mendegradasi NSP di dalam matriks dinding sel untuk memperbaiki penggunaan nutrisi dan enerji metabolis.
Tekstur Mempengaruhi Keseimbangan Mikroflora Usus
Kesehatan saluran pencernaan bisa dipengaruhi oleh bentuk dan tekstur pakan. Beberapa kasus necrotic enteritis bisa diawali dari penggunaan pakan yang tekstur nya terlalu halus. Pakan menggunakan gandum yang digiling halus dengan hammer mill mempunyai tingkat kematian akibat nekrotik enteritis dan koksidiosis yang lebih besar dibandingkan broiler yang diberi pakan gandum yang digiling kasar menggunakan roller mill.
Percobaan menggunakan bijian gandum utuh secara nyata mendukung perkembangan saluran pencernaan. Khususnya ukuran gizzard sebagai respon atas beban kerja yang berlebih untuk mencerna bahan bijian.
Aktivitas gizzard dan pancreas yang meningkat akan meningkatkan penyerapan nutrisi dari dinding usus. Dan menekan perkembangan bakteri pathogen (Salmonella typhimurium dan Clostridium perfringens) akibat efisien nya penggunaan nutrisi. Sehingga tidak meninggalkan tersisa untuk mendukung bakteri pathogen.
Referensi
1. Dr. Richard A. Bailey. Gut Health in Poultry – The World Within : update. Arbor Acres Service Bulletin. August 2019.
2. Margie D. Lee, Jingrang Lu, Umelaalim Idris, Barry Harmon, Charles Hofacre, and J.J. Maurer. Microbial Dynamics of the Broiler Intestinal Tract. Dept of Medical Microbiology and parasitology. The Univ of Georgia, Athens. Ga. The Elanco Global Enteritiis Sympossium. July. 2002.
3. L.Z. Yin, Y.W. Ho, N. Abdullah, H. Kudo and S. Jalaludin. Studies on the Intestinal Microfloraof Chicken under Tropical Condition. AJAS. 1997. Vol 10 (No. 5). P 495 – 504.
4. World Poultry. Intestinal Flora and Nutrition Demand a True Balance. Mar ed. 2011
5. Charles Hofacre, M. Lee, Jingrang Lu. Normal Intestinal Bacteria Flora and Its Impact on Bird Health. Poulry Diagnostic and Research Center. Dept of Population Health. Univ of Georgia Athens. 2008.
6. Mycotoxin Risk management. Can low level of mycotoxins harm the poultry industry ?
7. M. Yegani and D.R. Korver. Factors Affecting Intestinal health in Poulry.
8. Apajalahti, J. Structure and dietary modulation of intestinal microbial communities. Proc. 2nd Mid-Atlantic Nutr. Conf., Timonium, MD. Univ. Maryland, College Park. 2004.
9. Lavinia Stef et al., The Effect of Dietary Non Starch Polysaccharides on the Intestinal Viscosity and on the Cecal microflora of Broiler Fed with various Protein Sources. Archive Zootechnica 12 : 3, 22-29. 2009
10. Ahmed Amerah DR. Getting More From Mixed Grain Diets. Danisco Animal Nutrition. International Poultry Production Vol 19 No 6.
11. Lavinia Stef et al., Evaluating the Anti-nutritive Effect onNon Starch Polysaccharides (NSP) Correlated with the Ntritional, Digestive, and Productve Performans Indices in Broilers. Rumanian Biotechnological Letter Vol 15 No 5. 2010.
