Konsep Ca Digestibility Formula Pakan Unggas

Parameter Ca digestibility merupakan konsep lama sementara konsep total Ca yang selama ini digunakan memberi peluang kelebihan asupan Ca yang berimplikasi negatif.

Dalam hitung-hitungan biaya formulasi Ca termasuk nutrisi yang murah sebab sumber utama kalsium berasal dari biji batu atau tepung batu (limestone) yang harganya murah. Ca merupakan mineral makro esensial yang tidak hanya berkaitan dengan pembentukan tulang dan kerabang telur, tetapi juga mempunyai peranan penting dalam berbagai proses metabolisme tubuh untuk menjaga kesehatan dan menunjang pertumbuhan unggas. Pemberian Ca dalam jumlah yang berlebihan akan berdampak buruk terhadap penyerapan nutrisi lainnya, gangguan kesehatan dan penurunan performan ternak.

Asupan Ca sangat berkaitan erat dengan asupan fosfor karena keduanya mempunyai rasio optimum yang perlu diperhatikan dalam penyusunan formulasi pakan. Ketidak seimbangan rasio Ca / P akan berakibat mengganggu penyerapan nya. Misal kelebihan Ca mengganggu penyerapan P dan sebaliknya. Rasio ideal Ca / P juga akan berbeda disesuaikan dengan umur dan fase produksi karena alokasi kebutuhan yang berbeda.

Pada ayam broiler rasio ideal Ca / P adalah berkisar antara 1,2:1 sampai 2:1. Pada fase awal pertumbuhannya ayam membutuhkan P yang relatif lebih tinggi dimana P dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tulang, pembentukan kerangka. Pada ayam petelur yang sudah memasuki fase produksi, rasio Ca / P menjadi lebih lebar, yaitu berkisar 4:1 sampai 6:1. Kebutuhan Ca sangat meningkat karena dibutuhkan untuk pembentukan kerabang telur yang sebagian besar nya terdiri dari kalsium karbonat.

P merupakan nutrisi pakan paling mahal ke-3 setelah energi metabolik dan protein. P juga merupakan mineral terbanyak di dalam tubuh setelah Ca yang sebanyak 80% nya terdapat di dalam tulang. Suplai P penting untuk diperhitungkan dalam formulasi untuk memenuhi kebutuhan harian unggas. Kendalanya adalah unsur P yang utamanya terdapat di dalam bagian tanaman, tersimpan dalam ikatan dengan fitat yang sulit dicerna oleh pencernaan unggas. P terdapat di dalam fitat yaitu bentuk kompleks dari asam fitat yang ada di dalam bijian, kacangan dan bahan baku asal tanaman lainnya.

Fitat memang berfungsi sebagai tempat penyimpanan fosfor terutama pada biji, Nantinya pada saat biji berkecambah fitat ini akan dipecah oleh enzim fitase untuk menyediakan P bagi tanaman muda. Selain mengikat P, fitat juga dapat berikatan dengan Ca dan unsur mineral lainnya. Istilah fitat-P merujuk pada fosfor yang melekat di dalam molekul fitat, dan untuk menjadikannya tersedia bagi unggas harus dengan bantuan enzim fitase. Kandungan fitat dan proporsi fitat-P di dalam bahan baku sangat bervariasi.

Tabel 1. Kandungan Ca, total P, fitat-P dan proporsi fitat-P pada bahan baku

Bahan bakuCa (g/kg)Total P (g/kg)Fitat (g/kg)Fitat-P (g/kg)Fitat-P/Tot P(%)
Barley0,33,27,01,961
Jagung0,22,66,71,972
Gandum0,53,17,82,272
Sorghum0,43,07,72,273
SBM2,76,513,83,960
Canola meal6,89,722,96,566
Wheat bran1,411,029,68,476
Cottonseed1,510,027,47,777
Katul0,517,850,314,280
Sumber : Stuart Wilkinson et al., 2014

Ketersediaan dan retensi fosfor

Dalam prakteknya av.P lebih umum dan sudah lebih lama digunakan dibandingkan ret.P, keduanya juga mempunyai pengertian yang berbeda. Av.P menyatakan jumlah P yang dapat diserap oleh pencernaan unggas dan selanjutnya masuk ke dalam proses metabolisme. Dalam bahan baku asal tanaman sebagian besar P terdapat dalam bentuk ikatan sebagai asam fitat, di mana P dalam bentuk ini tidak bisa dicerna oleh unggas dan karenanya menjadi tidak tersedia. Kandungan P total dalam biji-bijian seperti jagung kebanyakan terdapat dalam bentuk fitat dimana av.P mungkin hanya 20-40% saja dari nilai total P tersebut.

Kecernaan P dan retensi P juga merupakan dua konsep yang berbeda. Kecernaan P adalah persentase P yang dicerna dan diserap oleh sistem pencernaan yaitu perbandingan jumlah P yang diserap dari pakan dibandingkan total P yang dikonsumsi. Sedangkan P yang tidak bisa dicerna akan dibuang melalui feses. Sebaliknya retensi P menggambarkan persentase P yang diserap tubuh dan digunakan atau disimpan untuk digunakan dalam proses pembentukan tulang, metabolisme enerji, produksi telur dan lain – lain.

Fosfor yang sudah tercerna dan terserap tetapi tidak digunakan dalam fungsi tubuh akan diekskresikan melalui urine, sehingga dalam perhitungannya retensi P akan selalu lebih kecil dibandingkan av.P ataupun dig.P. Nilai dari kecernaan P sangat dipengaruhi oleh jenis bahan baku, penambahan enzim phytase (yang akan meningkatkan kecernaannya) dan perbandingannya dengan Ca. Sedangkan nilai retensi P akan ditentukan oleh kondisi efisiensi metabolisme dan kebutuhan fisiologis. Kandungan P dalam bahan baku bijian mempunyai kecernaan yang rendah karena adanya ikatan dengan asam fitat dibandingkan dengan P yang berasal dari bahan asal hewan (MBM, PMM, Fish meal) yang lebih mudah dicerna.

Pakan yang ramah lingkungan bisa didekati dengan meminimalkan terbuangnya kelebihan P yang tidak tercerna dan tidak tergunakan dalam metabolisme tubuh unggas. Terlalu banyak fosfor yang terbuang ke lingkungan akan menyebabkan pencemaran sebagai dampak ikutan dari penggunaan kotoran unggas sebagai pupuk organik. Pencemaran tanah akibat peningkatan kandungan fosfor sebagai ikutan dari penggunaan pupuk organik yang tidak seimbang menyebabkan unsur P tidak dapat diserap oleh akar tanaman.

Ca digestibility

Ca total pakan mencakup kontribusi Ca dari semua bahan baku penyusun pakan. Sama seperti halnya P maka kandungan Ca dari bijian atau sumber bahan nabati lainnya (SBM, katul, PKM)  terdapat dalam ikatan dengan senyawa fitat sehingga nilai kecernaan nya rendah. Sedangkan sumber utama Ca seperti limestone (tepung dan biji batu) mengandung CaCO3 yang tidak mempunyai ikatan senyawa fitat sehingga nilai kecernaan nya jauh lebih tinggi.

Bahan baku asal hewani mengandung Ca dalam bentuk kalsium fosfat nilai kecernaan nya relatif tinggi tetapi sangat variatif karena banyak tergantung pada proses pembuatannya. Apabila lebih banyak campuran tulang nya maka persentase Ca (dan P) akan menjadi lebih tinggi dibandingkan jika lebih banyak campuran daging nya. Dalam formulasi pakan akan lebih banyak mengandalkan limestone sebagai sumber Ca yang murah dan lebih konsisten.

Pencernaan merupakan proses pemecahan bahan pakan dengan bantuan hidrolisis enzimatik dan fermentasi mikroba menjadi molekul yang lebih kecil. Selanjutnya penyerapan akan mentransfer nutrisi melintasi dinding usus ke dalam darah. Ca limestone tidak 100% bisa dicerna, tetapi bervariasi dari 27 sampai 77% (kecernaan ileum) berdasarkan hasil pengukuran pada broiler.

Variasi ini ditentukan oleh banyak faktor antara lain: (1) sumber limestone (dalam bentuk kalsium karbonat kecernaannya lebih tinggi daripada kalsium fosfat), (2) ukuran partikel (ukuran halus lebih tinggi dibandingkan bentuk kasar), (3) pH (pH lambung berkisar 2-3 untuk melarutkan kalsium karbonat, jika pakan banyak mengandung serat atau sodium bikarbonat akan meningkatkan pH sehingga kecernaan Ca akan menurun), (4)  kadar P pakan (interaksi erat Ca dan P, di mana disaratkan rasio Ca / P yang ideal untuk mencegah pengendapan kalsium fosfat yang dapat menurunkan ketersediaan Ca), (5) umur ayam (penyerapan Ca lebih rendah pada ayam muda karena sistem pencernaan yang belum berkembang).

Pengukuran Ca digestibility dilakukan dengan dua metode yang melalui pengambilan digesta dari ileum (bagian akhir dari usus halus ayam), yaitu AID (apparent ileal digestibility) dan SID (standardized ileal digestibility. AID dan SID mengukur Ca digestibility dengan membandingkan jumlah Ca yang dikonsumsi dengan jumlah Ca yang tersisa pada digesta di ileum. Perbedaannya adalah dibandingkan SID, AID tidak memperhitungkan atau dikoreksi dengan sumber – sumber Ca endogen. Yaitu Ca yang berasal dari sekresi tubuh berupa cairan pencernaan maupun sel – sel yang lepas dari dinding usus. Nilai AID bersifat lebih kasar, sementara SID lebih akurat. Carrie Walk (2023) membandingkan beberapa hasil pengukuran AID dan SID Ca beberapa jenis bahan baku pada ayam broiler (Tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan nilai AID dan SID pada beberapa bahan baku

Bahan bakunRata2 AID Ca (%) ± sdnRata2 SID Ca(%) ± sd
Limestone1055 ± 44553 ± 12
Kulit kerang (<500 µm)133132
Kulit kerang (>1000 µm)156155
DCP939 ± 121244 ± 16
MCP636 ± 7634 ± 6
MBM646 ± 71445 ± 6
Fish meal124123
PMM129128
Jagung170146
Gandum171173
SBM455 ± 8147
Canola meal131234 ± 7
Sunflower meal161
Sorghum154
FF SBM170
Sumber : Carrie Walk (2023)
 

Nilai Ca digestibility menggambarkan persentase Ca yang bisa dicerna dan diserap oleh pencernaan unggas dari total Ca yang dikonsumsi. Dengan cara membandingkan jumlah konsumsi Ca dengan yang diekskresikan lewat feses, dinyatakan sebagai apparent digestibility. Untuk melakukan formulasi yang lebih presisi dalam menentukan asupan nutrisi Ca bagi unggas, ada baiknya untuk memperhitungkan Ca digestibility. Nilai Ca digestibility anorganik lebih tinggi dibandingkan dengan Ca digestibility organik yang berasal dari sumber asal hewan seperti MBM, PMM, fish meal.

Ca organik biasanya terdapat dalam ikatan kompleks dengan protein, lemak maupun komponen organik lainnya. Proses rendering juga mengubah struktur senyawa yang mengandung Ca membuatnya menjadi lebih sulit dicerna. Sedangkan Ca anorganik mempunyai bentuk yang sederhana sehingga lebih mudah dilepaskan selama proses pencernaan. Ca anorganik mempunyai solubilitas lebih tinggi di dalam lambung unggas yang lingkungan nya bersuasana asam, akan meningkatkan proses pelepasan dan penyerapan.

Sumber kalsium utama

Limestone merupakan sumber Ca yang paling efisien dan ekonomis di dalam formulasi. Dalam pakan broiler kebutuhan Ca sebanyak lebih dari 70% disuplai oleh limestone. Kontrol kualitas terhadap limestone yang akan digunakan tetap perlu dilakukan. Limestone bisa berasal dari lokasi penambangan yang berbeda dan kemungkinan kontaminasi faktor pencemar logam berat dan magnesium, sehingga bisa menyebabkan variasi dalam kualitasnya. Warna yang ideal adalah putih sampai abu-abu terang. Warna yang terlalu gelap mengindikasikan adanya kontaminasi dengan mineral lain yang berlebihan seperti Mg. Apabila berwarna agak kemerahan menandakan kontaminasi oksida besi (Fe2O3) atau kandungan tanah liat yang spesifik berasal dari lokasi penambangan.

Kandungan Ca dalam limestone berkisar >38% tetapi berbagai cemaran bisa mengurangi kadar Ca dan kecernaannya. Kadar air yang terlalu tinggi berpotensi mengurangi kandungan Ca, biasanya kadar air berkisar 0,3-0,5%. Penambangan di musim hujan di lokasi penambangan biasanya akan meningkatkan kandungan air. Jika kadar air terlalu tinggi, khususnya pada tepung batu cenderung menggumpal dan bisa mempersulit proses penghantaran atau penimbangan sewaktu proses produksi.

Kualitas limestone

Kualitas limestone bisa dihitung dengan pendekatan solubilitas Ca nya. Solubilitas adalah kemampuan limestone untuk melarut dalam cairan khususnya pada lingkungan asam dalam saluran pencernaan. Pada unggas, kelarutan Ca di dalam saluran pencernaan sangat tergantung pada kondisi pH dan selain itu kecepatan larutnya juga dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan. Semakin rendah pH akan semakin tinggi kelarutan Ca. Proses pelarutan utamanya berlangsung di proventrikulus dan gizzard (pH 2 – 4).

Ukuran partikel limestone menentukan tingkat solubilitas nya. Limestone di pasaran mempunyai beberapa ukuran yaitu tepung batu (ukuran <1 mm), biji batu kecil (2-3 mm) dan biji batu besar (>4 mm).  Ukuran halus / kecil mempunyai luas permukaan lebih besar sehingga solubilitas nya lebih tinggi dibandingkan ukuran kasar, tetapi partikel yang terlalu halus akan larut sangat cepat sehingga kemungkinan akan lebih banyak terbuang ketimbang yang bisa diserap oleh saluran pencernaan.

Dalam penggunaannya, tepung batu digunakan untuk pakan pellet / crumble sedangkan pakan tepung khususnya petelur produksi menggunakan biji batu. Biji batu kasar yang pelepasan Ca nya bersifat lambat akan membantu mengakomodasi kebutuhan Ca untuk produksi telur, sehingga lebih ideal digunakan dalam pakan tepung. Biji batu kasar akan membantu proses fisik menggiling bahan makanan selama berada di dalam empedal. Limestone dikenal sangat abrasif terhadap bahan logam seperti pisau, die dan roller sewaktu proses grinding dan pelleting. Hindari menggunakan biji batu pada proses grinding karena akan menyebabkan pisau cepat aus.

Homeostasis Ca 

Ca adalah mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh dan sebanyak 99% nya tersimpan di dalam kerangka dalam bentuk hidroksiapatit dengan rasio 2:1 terhadap fosfor. Sisanya 1 % di dalam intraseluler dan ekstraseluler. Ca merupakan komponen utama dalam pembentukan tulang dan mendukung struktur kerangka ayam pedaging yang pertumbuhannya sangat cepat. Sebagai komponen yang penting dalam pembentukan kerabang telur karena 94-97% nya tersusun dari kalsium karbonat.

Dalam proses metabolisme, Ca berperan untuk pengaturan kontraksi otot, transmisi impuls saraf, mengaktivasi fungsi enzim yang sangat esensial untuk keberlangsungan kehidupan seluler, proses pembekuan darah, ikut serta dalam berbagai reaksi metabolik tubuh, serta memelihara keseimbangan osmotik dan asam basa. Sekresi enzim yang dikendalikan oleh fungsi Ca antara lain vitamin D3 dan hormon paratiroid. Defisiensi Ca pastinya akan menyebabkan abnormalitas perkembangan kerangka tubuh.

Keseimbangan Ca dalam tubuh unggas dikendalikan oleh beberapa hormon utama, dan penting untuk memahami bagaimana kadar Ca tubuh juga ditentukan oleh seberapa banyak Ca yang diperoleh dari asupan pakan. Ketika Ca darah menurun maka hormon paratiroid (PTH) akan disekresikan oleh kelenjar paratiroid yang akan meningkatkan kadar Ca darah melalui beberapa mekanisme yaitu (1) meningkatkan pelepasan Ca dari tulang, (2) meningkatkan reabsorbsi Ca di ginjal, (3) merangsang terbentuknya vitamin D aktif (calcitriol) di ginjal yang akan meningkatkan penyerapan Ca dari usus. Calcitriol bertindak sebagai hormon yang dibentuk di ginjal dan kemudian dilepaskan ke dalam darah.

Hormon lainnya adalah calcitonin, yang disekresikan oleh kelenjar tiroid untuk menurunkan kadar Ca darah. Cara kerjanya adalah dengan menghambat aktivitas osteoklas (sel pemecah tulang) dan meningkatkan ekskresi Ca melalui urin. Ekskresi Ca merupakan salah satu rute homeostasis Ca.

Menghadapi suplai Ca dalam pakan yang bisa bervariasi maka aktivitas penyerapan Ca menjadi cara adaptasi yang utama dalam upaya menjaga homeostasis Ca tubuh. Ketika suplai Ca dari pakan rendah maka sistem hormonal akan meningkatkan proses penyerapan aktif. Faktor anti nutrisi dalam pakan seperti keberadaan asam fitat dan oksalat yang dapat mengikat Ca membentuk senyawa kompleks yang bersifat tidak larut akan menghambat penyerapan Ca.

Sebaliknya ketika asupan Ca berlebihan maka proses penyerapan pasif yang akan mendominasi dengan cara tubuh akan menurunkan produksi calcitriol untuk mengurangi penyerapan aktif di dalam usus. Situasi kelebihan atau kekurangan Ca bisa terjadi disebabkan kebutuhan fisiologis di fase tertentu. Misalnya pada fase bertelur memerlukan jauh lebih banyak Ca untuk mendukung pembentukan kerabang telur yang normal sehingga dibutuhkan produksi calcitriol yang cukup untuk meningkatkan penyerapan Ca secara aktif dari usus.

Penyerapan Ca

Penyerapan Ca berlangsung di duodenum, jejenum dan ileum, di mana Ca diserap dalam bentuk ion Ca (Ca 2+). Setelah mengalami proses pelarutan di proventrikulus dan gizzard maka selanjutnya Ca akan diangkut menuju usus halus. Kondisi pH yang meningkat akan mengendapkannya bersama dengan anion P dan asam fitat sebelum diserap. Ca mungkin terdapat dalam bentuk kompleks Ca yang masih berikatan dengan asam organik (asam fitat, oksalat) sehingga dapat mengurangi ketersediaan Ca untuk bisa diserap sebagai ion. 

Terdapat 2 mekanisme penyerapan Ca yaitu penyerapan aktif yang berlangsung paling banyak di duodenum dan penyerapan pasif berlangsung di jejenum dan ileum. Dalam penyerapan aktif, ion Ca diambil dari membran sel usus, dibawa masuk, diikat dengan protein calbindin, ditransfer menuju membran basolateral dan selanjutnya ion Ca dilepaskan ke dalam aliran darah. Pada penyerapan pasif utamanya terjadi melalui jalur difusi pasif di antara sel – sel usus, terutama ketika konsentrasi Ca dalam lumen usus tinggi.

Pada kondisi kadar Ca plasma dalam kisaran normal maka setengah dari jumlah ion Ca yang diserap akan disimpan di tulang. Ini termasuk untuk penggantian Ca yang dilepaskan sebelumnya sehingga terjadi pertukaran yang konstan di antara darah dan tulang. Sedangkan 50% sisanya yang bersirkulasi akan disaring di dalam tubulus ginjal, mendukung fungsi – fungsi fisiologis, dipertahankan dalam darah sebagai ion Ca bebas atau terikat protein sebagai cadangan untuk menjaga keseimbangan Ca.

Kebutuhan Ca pakan

Pada ayam broiler komersial pemenuhan kebutuhan Ca menjadi lebih tepat dan spesifik jika memperhitungkan fase umur. Fase umur ayam broiler dibagi ke dalam 3 fase yaitu fase starter (0-10 hari), grower (11 – 24 hari) dan finisher (25 hari sampai dipanen). Dalam  prakteknya, lebih banyak digunakan 2 fase yaitu starter umur 0-21 hari dan finisher 22 hari sampai dipanen. Ada anjuran untuk penggunaan pakan pre starter untuk 7 hari pertama lalu mulai umur 8 hari digunakan pakan starter. Kebutuhan nutrisi Ca selalu dikaitkan dengan P dalam rasio yang optimal, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 3. Kebutuhan Ca dan rasio Ca/P pada berbagai fase pertumbuhan broiler

FaseUmurKebutuhan Ca (total) %Rasio Ca/PPeruntukan
Starter0-10 hari0,9 - 1,01,5:1pertumbuhan tulang dan otot
Grower11-24 hari0,85 - 0,951,5-1,8 : 1pertumbuhan kerangka
Finisher25 hari - panen0,8 - 0,91,5:1 - 1,7:1massa otot, kekuatan tulang

Kebutuhan Ca pada ayam petelur dan alokasinya berbeda dibandingkan pada broiler, mengingat adanya kebutuhan akan Ca dalam jumlah besar pada saat ayam memasuki fase bertelur. Fase umur ayam petelur bisa dibagi atas beberapa tahap yaitu fase pre starter (0-5 minggu), starter (6-10 minggu), grower (11 – 16 minggu), pre lay (17 minggu – 2% produksi), produksi tahap satu (2% produksi – 55 minggu) dan produksi tahap dua (56 minggu – afkir). Sebenarnya masih dianjurkan untuk menggunakan panduan produksi tahap 3, tetapi pada prakteknya jarang diterapkan. Bahkan kebanyakan peternak hanya menggunakan satu jenis pakan produksi saja, sejak awal bertelur sampai ayam diafkir. Kebutuhan Ca dalam kaitannya dengan ratio Ca/P pada berbagai fase ayam petelur dijabarkan pada tabel berikut :

Tabel 4. Kebutuhan Ca dan P pada ayam petelur ISA Brown

FaseUmurKebutuhan Ca total (%)Available PRetention P
Starter0-5 minggu1,05-1,1%0,45-0,50%0,38-0,42%
Grower6-10 minggu0,9-1,1%0,45-0,50%0,38-0,42%
Developer11-16 minggu1,0-1,2%0,42-0,47%0,36-0,40%
Pre-lay17 minggu - 2%2,1-2,5%0,45-0,50%0,38-0,42%
Layer 1 (105 g/h)2% -55 minggu3,71-3,90%0,43-0,46%0,36-0,39%
Layer 2 (105 g/h)56 minggu - afkir4,1-4,48%0,34-0,36%0,29-0,31%
Sumber : ISA Brown, Nutrition Guide, 2020

Perspektif Ca digestibility

Pemenuhan kebutuhan Ca dalam formulasi saat ini mengandalkan Ca total, belum sampai pada Ca digestibility (dig.Ca), sehingga ada kemungkinan besar bahwa rekomendasi saat ini melebihi kebutuhan Ca ayam yang sebenarnya. Banyak penelitian membuktikan bahwa kelebihan Ca pakan apalagi yang bersumber dari limestone akan berdampak sangat menurunkan kecernaan pakan. Di antaranya kelebihan Ca akan menurunkan kecernaan P dan terbentuknya kompleks mineral fitat yang tidak larut.

Dari hasil penelitian banyak membuktikan bahwa menyediakan total Ca 6,5 g/kg dan 6,0 g/kg sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan broiler umur 1-14 hari dan 15-49 hari. Penelitian Applegate et al dengan pemberian total Ca 9 g/kg pakan menurunkan aktivitas fitase usus dan hidrolisis fitat-P usus. Pada kadar Ca total 10,0 g/kg pakan akan menurunkan kecernaan P pada broiler.

Meskipun sudah umum diketahui bahwa perhitungan menggunakan total Ca beresiko kelebihan Ca, tetapi peralihan ke parameter Ca digestibility masih lambat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) masih terbatasnya data Ca digestibility pada bahan baku, belum sebanyak data ret.P disebabkan metode pengukurannya baik metoda AIP ataupun SID lebih rumit, (2) nilai Ca digestibility pada bahan baku sumber Ca mempunyai variasi yang tinggi dan sangat dipengaruhi oleh asal bahan, pengolahan, penyimpanan, ukuran partikel dan lain-lain, (3) rekomendasi tingkat kebutuhan Ca pada broiler / layer oleh breeder produsen masih menggunakan ukuran total Ca, (4) secara ekonomis Ca adalah murah sehingga ada kemungkinan mengambil ke arah maksimum sewaktu menjalankan program formulasi, apabila kisaran min maks tidak dipersempit.

Penelitian pada broiler dig.Ca dan total Ca

Penelitian pada ayam broiler Ross 308 fase starter (1-10 hari), grower (11-24 hari) dan finisher (25-35 hari) mencari nilai kebutuhan Ca digestibility (SID) dan dig.P (SID) untuk perolehan hasil yang maksimal dari segi pertambahan berat badan dan kandungan abu tulang tibia. Kebutuhan dig.P (SID) untuk hasil pertambahan berat badan dan abu tibia yang maksimal adalah 5,0 g/kg; 3,5 g/kg dan 3,5 g/kg masing-masing untuk fase starter, grower dan finisher.

Kebutuhan Ca digestibility (SID) untuk pertambahan berat badan yang maksimal adalah masing – masing 3,32 g/kg; 3,05 g/kg dan 3,5 g/kg untuk starter, grower dan finisher. Berdasarkan kalkulasi kira-kira setara dengan masing – masing 7,0 g/kg; 6,1 g/kg dan 6,4 g/kg total Ca. Sedangkan untuk memperoleh abu tibia yang maksimal kebutuhan Ca digestibility (SID) berurutan adalah 4,51; 3,69; 3,0-3,5 g/kg untuk starter, grower dan finisher. Jika dikalkulasi akan setara dengan total Ca masing – masing 9,2; 7,3 dan 5,5-6,4 g/kg. Hasil penelitian ini memperlihatkan nilai kebutuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan rekomendasi Ross 308 tahun 2019 adalah total Ca 9,6; 8,7 dan 7,8 g/kg masing-masing untuk starter, grower dan finisher.

Tabel 5. Ringkasan kebutuhan SID Ca dan SID P untuk pertambahan berat badan dan abu tibia maksimum pada broiler Ross 308 fase starter, grower dan finisher

Fase umur broilerStarter (1-10 hari)Grower (11-24 hari)Finisher (25-35 hari)
Pertambahan berat badan
SID Ca (g/kg)3,323,053,50
SID P (g/kg)5,003,503,50
SID Ca : SID P0,660,871,00
Abu tulang tibia
SID Ca (g/kg)4,513,693,00-3,50
SID P (g/kg)5,003,503,50
SID Ca : SID P0,871,050,86-1,00
Rekomendasi Ross 308 (2019)
SID Ca (g/kg)4,40 (9,6)4,03 (8,7)4,25 (7,8)
SID P (g/kg)5,404,833,91
SID Ca : SID P0,810,831,09
Sumber: Laura Shiromi David et al., 2023

Daftar Pustaka

Carrie L. Walk, Luis F. Romano, and Aaron J. Cowieson. 2021. Towards a digestible calcium system for broiler chicken nutrition: A review and recommendations for the future. Animal Feed Science and Technology, Vol 276, June, 114930.

Carrie Walk. Digestible calcium in poultry. 2023. DSM – Firmenich Animal Production Forum.

Laura S. David, M. Naveed Anwar, M. Reza Abdollahi, Michael R. Bedford, and V. Ravindran. 2023. Calcium nutrition of broilers: Current perspectives and challenges. Animals (Basel), 13(10): 1590.

M. Hamdi, S. Lopez-Verge, E.G. Manzanilla, A.C. Barroeta, and J.F. Perez. 2015. Effect of different levels of calcium and phosphorous and their interaction on the performance of young broilers. Poultry Science 94:2144-2151.

Pelicia K. et al, Calcium levels and limestone particle size in the diet of commercial layers at the end of the first production cycle. Brazilian Journal of Poultry Science. v-11/n.2/87-94. 2009.

Stuart Wilkinson, Aaron Cowieson and Emma Bradbury. 2014. Optimizing calcium, phosphorus and phytase formulation layer diets. Engormix.com/Poultry Industry/Minerals in poultry nutrition.

X. Li, Dagong Zhang and Wayne. L. Bryden. 2017. Calcium and phosphorus metabolism and nutrition of poultry: are current diets formulated in excess? Animal Production Science, 57, 2304- 2310.

Next Post

No more post

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verified by MonsterInsights