Pakan unggas membutuhkan bahan baku yang tinggi kandungan proteinnya, tidak terlalu penting apakah berasal dari limbah tanaman atau bahan hewan. Bahan baku substitusi yang potensial minimal dapat memenuhi kebutuhan lokal, tersedia dalam jumlah yang cukup dan bisa berkesinambungan, harganya ekonomis dibandingkan bahan baku konvensional.
Paling penting tingkat penggunaan dalam pakan yang sudah terbukti melalui rangkaian penelitian. Secara umum dengan kandungan protein > 43 %, lemak 5 % dan bahan kering yang mudah dicerna, duckweed berpotensi untuk bahan substitusi sumber protein dalam pakan unggas maupun akua.
Asalkan duckweed dibudidayakan secara benar di antaranya pemupukan yang seimbang untuk mempertahankan laju tumbuh, juga mengatur kepadatan serta pemanenan yang teratur maka bisa diharapkan hasil panen yang optimum (10-30 ton /ha/tahun). Duckweed bisa dipanen setiap 2 – 3 kali seminggu.
Contents
- 1 Duckweed merupakan Gulma Air
- 2 Potensi Perkembangan Tanaman
- 3 Kandungan Nutrisi Lemna minor Berdasarkan Lokasi Tumbuh
- 4 Variasi Kandungan Asam Amino Berbagai Spesies Duckweed
- 5 Kandungan Nutrisi
- 6 Penggunaan Duckweed dalam Pakan Broiler
- 7 Penggunaan Duckweed dalam Pakan Ayam Petelur
- 8 Palatabilitas Duckweed
- 9 Sumber Xanthophyl
- 10 Referensi
Duckweed merupakan Gulma Air
Tanaman air yang bisa dikategorikan sebagai gulma dan mempunyai kemampuan tumbuh sangat cepat, populer dengan nama duckweed yang dalam bahasa lokal disebut kiambang atau kayambang (mengambang di air). Duckweed diketahui terdiri lebih dari 40 spesies yang mencakup beberapa genus seperti Lemna ,Spirodela, Wolfia, Wollfiella, Azolla , dan Lemna minor adalah salah satu spesies yang banyak diteliti, selain Azolla, kemungkinan pemanfaatannya untuk pakan ternak.
Dalam praktek sederhana, duckweed sudah biasa diberikan pada ternak dan akua. Kandungan air yang tinggi (92 – 96 % berdasarkan Pedraza et al, 1996 dan Khanum et al, 2005) membuat ongkos pengeringan dalam proses pengolahannya menjadi mahal. Cara pengolahan duckwed adalah dengan mencuci biomass dengan air bersih lalu dijemur di bawah matahari sampai kadar air mencapai < 18 oC selanjutnya bisa digiling halus menggunakan saringan 5 mm.
Potensi Perkembangan Tanaman
Kemampuannya mengapung disebabkan oleh keberadaan sel – sel chlorenchymatous dalam daun yang sebagian besar terdiri dari bagian interseluler yang berisi udara. Daunnya berbentuk oval mendatar. Mempunyai akar yang berukuran pendek tetapi panjang akar bisa sepanjang 14 cm tergantung pada kondisi lingkungannya yaitu ketika ketersediaan mineral semakin terkuras. Perkembang biakkan bisa secara vegetative ataupun seksual.
Potensi duckweed adalah kemampuan pertumbuhan biomassa nya untuk menjadi 2 kali lipat dalam waktu 24 jam (Landesman et al, 2005) pada kondisi lingkungan yang optimal yaitu suhu, intensitas cahaya dan kecukupan nutrisi media tanamnya. Laju pertumbuhannya membentuk grafik eksponensial. Sebagai ilustrasi, pada luas awal 15 cm2 dalam waktu 50 hari pertumbuhan duckweed dapat menutupi luasan 1 ha. Tingkat produksi setahun sebesar 50 ton / ha berat kering yang dapat dipanen 2 – 3 kali seminggu.
Kandungan Nutrisi Lemna minor Berdasarkan Lokasi Tumbuh
Lokasi Tumbuh | Kandungan Nutrisi (%) | |||
---|---|---|---|---|
Protein | Lemak | Serat Kasar | Abu | |
Kolam Alami | 25 - 35 | 4,4 | 8 - 10 | 15 |
Kolam Budidaya | 45 | 4,0 | 9 | 14 |
Sumber : Leng et al., 1994 |
Variasi Kandungan Asam Amino Berbagai Spesies Duckweed
Asam Amino | Spesies Tanaman (% Asam Amino per Protein) | |||
---|---|---|---|---|
Azolla | Lemma | Pistia | Alfalfa | |
Lysine | 6,1 | 5,9 | 7,0 | 6,7 |
Histidin | 2,3 | 2,7 | 2,9 | 2,5 |
Serin | 5,3 | 5,4 | 4,8 | 4,3 |
Prolin | 4,7 | 4,5 | 5,0 | 4,8 |
Glisin | 5,8 | 5,6 | 5,7 | 5,3 |
Alanin | 7,0 | 7,1 | 6,3 | 6,0 |
Valin | 6,8 | 6,4 | 6,7 | 6,8 |
Methionin | 1,2 | 1,4 | 1,1 | 2,3 |
Leucin | 9,4 | 9,6 | 9,6 | 8,9 |
Sumber : Dewan (1993) dalam Marizvikuru Mwale and Francisca Rumosa Gwaze, 2013 |
Kemampuan fitoremediasi dari duckweed yaitu memperbaiki kualitas air yang tercemar limbah khsususnya logam berat dan menjadi sangat tergantung pada kualitas kandungan mineral pada media tumbuhnya. Lemna minor sangat mudah mengambil logam berat seperti cadmium, selenium, dan tembaga dari media air di lingkungannya. Menjadi sangat penting untuk mengukur kualitas air media untuk mnghindari cemaran logam berat.
Kandungan abu relative tinggi dan sangat bervariasi di antara spesies duckweed, berkisar 3,8 – 25,0 %. Pada umumnya di antara 15,9 – 19,0 %. Kadar P cukup tinggi 0,5 % dari berat kering tetapi banyak terikat dalam bentuk phytate yang tidak tersedia untuk proses pencernaan. Negesse et al (2009) melaporkan kandungan phitat, tannin, dan kandungan total phenolic berturut – turut adalah 3,2 %; 0,2% dan 28 %.
Kandungan Nutrisi
Mineral Ca juga terdapat dalam jumlah yang tinggi 0,7 – 1,1 % dari berat kering. Duckweed merupakan sumber mineral jarang yang potensial, di antaranya Mn 241 ppm, Fe 5405 ppm, Cu 2,0 ppm dan Zn 167 ppm (KE Anderson et al, 2011). Kandungan pigmen terdapat dalam jumlah yang tinggi khususnya beta-karotin dan xanthophyl sehingga duckweed cukup dapat diandalkan sebagai sumber pigmen untuk membantu memperkuat warna kuning telur.
Dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di darat, duckweed mengandung beta-karotin 10 kali lebih tinggi. Xanthophyl yang terukur sebesar 1000 ppm. Chinh et al (1995) melaporkan kadar xanthophyl 801,6 mg/kg bahan kering.
Kandungan lemak sangat bervariasi dar 2,0 sampai 10,36 % tetapi kebanyakan berkisar 4,0 % dan dari sisi positif kandungan asam lemak rantai pendek cukup tinggi yaitu 16,6 % (Negesse et al, 2009) yang terdiri dari C2 (asam propionate) 11,0 %, C3 (asam butirt) 3,1%; C4 (asam laktat) 1,4% dan C5 (asam pentanoat) 0,4%.
Kelemahan duckweed adalah tingkat enerji metabolis yang rendah disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar. Tetapi pada beberapa spesies duckweed yang dibudidayakan kandungan serat kasar tergolong cukup rendah (5 % bahan kering) sehingga lebih sedikit material yang tidak tercerna dan menjadikannya lebih bisa diterima oleh ternak monogastrik.
Penggunaan Duckweed dalam Pakan Broiler
Beberapa percobaan penggunaan tepung duckweed (DWM) pada level 0, 3, 6, dan 9 % untuk mensubstitusi sesame cake meal dalam pakan ayam broiler iso protein tidak memperlihatkan pengaruh yang berbeda sampai umur 21 hari (Ahammad et al, 2003).
Jika percobaan diteruskan sampai umur pemeliharaan 42 hari, terlihat ada perbedaan yang nyata pada umur 28, 35 dan 42 hari. Tingkat penggunaan yang optimum adalah 3 dan 6 % sedangkan 9 % memperlihatkan penurunan laju pertambahan berat badan.
Percobaan lain dengan pakan iso-nitrogen dan iso-kalori denan 4 level penggunaan DWM 0, 4, 8 dan 12 % (Kabir et al, 2005). Pertambahan berat badan secara linier menurun sejalan dengan meningkatnya level DWM. Hasil optimum adalah penggunaan antara 4 dan 8 %. Perlambatan tersebut sejalan dengan indikasi menurunnya konsumsi pakan, dan akibatnya inefisiensi penggunaan pakan – protein – enerji.
Penurunan konsumsi pakan disebabkan oleh tingginya kadar air bahan, kepadatan bahan (bulkiness), kandungan tinggi Ca menyebabkan tingginya kalsium oxalate yang membuat bahan tidak palatable dan menurunkan konsumsi pakan.
Penggunaan Duckweed dalam Pakan Ayam Petelur
Percobaan pada ayam petelur mengukuhkan manfaat DWM (dalam hal ini Lemna minor meal = LMM) sebagai bahan baku alternative sumber protein dan pigment. Akter M et al (2011) menggunakan 7 pakan perlakuan tingkat penggunaan LMM 0; 5; 7; 9; 11; 13; 15 % terhadap ayam petelur Star Cross Brown umur 36 minggu. Lama percpbaan 16 minggu. Setiap perlakuan menggunakan 6 ekor ayam sebagai ulangan yang dipelihara dalam sangkar individu.
Semua pakan berbentuk tepung, diformulasi iso-nitrogen dan iso-kalori. Parameter performans yang diukur adalah produksi telur, berat telur, konsumsi pakan, pertambahan berat badan. Sampel telur diambil pada minggu ke 12 dan ke 16 dari percobaan untuk pemeriksaan internal dan eksternal kualitas telur (warna yolk, tebal kerabang, Haugh Unit, albumen dan yolk index).
Pemberian LMM sampai level 15 % selama 16 bulan percobaan tidak mempengaruhi pertambahan berat badan. Seperti dikhawatirkan karena pada beberapa percobaan sebelumnya dengan penambahan duckweed cenderung menekan konsumsi pakan karena kurang palatable nya duckweed serta kandungan Ca oksalat yang tinggi.
Pakan control (0%) dikonsumsi paling banyak (108,6 g/ekor) karena lebih palatabel dan tidak be 5 %. Tingkat konsumsi pakan cenderung turun sejalan dengan bertambahnya level penggunaan LMM. Paling rendah dialami oleh ayam yang diberikan pakan dengan kandungan LMM 13 dan 15 %.
Palatabilitas Duckweed
Ini menjelaskan kekhawatiran tidak palatabelnya duckweed apabila diberikan dalam jumlah banyak. Tingkat produksi telur mengikuti kemampuan konsumsi pakan. Jika bisa meningkatkan konsumsi maka asupan nutrisi yang cukup bisa digunakan untuk mendukung produksi telur. Perlakuan pemberian 5 dan 7 % LMM mempunyai produksi yang tidak berbeda dibandingkan pakan kontrol.
Sebaliknya produksi telur mulai menurun sejalan dengan pemberian LMM pada level 9, 11 dan 15%. Berat telur semua perlakuan adalah normal dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari sudut performans produksi, tingkat penggunaan LMM dalam pakan yang dianjurkan adalah sebesar 5 %.
Sumber Xanthophyl
Lemna minor merupakan sumber pigment xanthophyl dan terlihat dari pemeriksaan kualitas internal warna kuning telur pada pemberian pakan LMM yang semakin tinggi menghasilkan skor warna yang lebih tinggi pada Roche Yolk Color Fan. Parameter faktor internal kualitas telur lainnya seperti Haugh Unit, persentase yolk dan berat kering nya tidak berbeda nyata antara semua pakan perlakuan.
Demikian pula penambahan LMM tidak berpengaruh nyata pada factor eksternal kualitas telur. Ada kecenderungan potensi pigment menjadi berkurang akibat masa penyimpanan bahan LMM yang semakin lama menyebabkan kerusakan pigment.
Referensi
1. Marizvikuru Mwale1* and Francisca Rumosa Gwaze. Characteristics of duckweed and its potential as feed source for chickens reared for meat production: A review. Scientifi Research Essay, Vol. 8(18), pp. 689-697, 11 May, 2013.
2. Akter M, Chowdhury S.D, Akter Y, and Khatun , M.A. Effect of Duckweed (Lemna minor) Meal in the Diet of Laying Hen and Their Performance. Bangladesh Research Publication Journal. Vol 5 Issue 3 Page 252-261. May – June 2011.
3. Leng R.A, J.H. Stambolie, and R Bell. Duckweed – a Potential High Protein Feed Resource for Domestic Animals and Fish. Livestock Research for Rural Development. Vol 7 Number 1. October 1995.
4. Anderson. K.E, Z. Lowman1, Anne-Marie Stomp and Jay Chang. Duckweed as a Feed Ingredient in Laying hen Diets and its Effect on Egg Production and Composition. International Journal on Poultry Science 10 (1) : 4-7. 2011
5. Islam, K.M.S. M. Shahjalal, A.M.M. tareque, and M.A.R. Howlider. Complete Replacement of Dietary Fish Meal by Duckweed and Soybean Meal on the Performance of Broilers. JAS Vol. 10 (No. 6) 629 – 634. 1997.
good article, thanks