Proses Pelleting Pakan Unggas

Proses pelleting pakan unggas khususnya untuk sebagian besar unggas dalam prakteknya sudah menjadi standar keharusan. Pakan pellet memperlihatkan banyak keunggulan dibandingkan dengan pakan tepung. Keuntungan ini mencakup banyak segi antara lain ; (1) perlakuan panas lewat steaming pada suhu 83 oC akan memecah struktur kompleks serat kasar dan protein menjadi lebih mudah dicerna, (2) meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dengan diperbaikinya laju pertumbuhan maupun kemampuan produksi, (3) pakan yang diberi perlakuan panas akan menjadi lebih steril, mengurangi kontaminasi bakteri di antaranya salmonella dan jamur.

Selanjutnya (4) partikel pakan pellet lebih homogen dalam hal sebaran nutrisinya yang mengurangi deviasi asupan nutrisi, (5) kebiasaan ayam untuk memilih butiran pakan sangat diminimalkan untuk lebih menjamin kecukupan asupan nutrisi, (6) pakan pellet mengurangi waktu dan enerji yang dibutuhkan untuk makan, (7) kualitas fisik pakan pellet akan lebih stabil dan konsisten dibandingkan dengan pakan tepung yang mudah mengalami segregasi akibat pergerakan sejak dari proses produksi, selama pengangkutan dan sampai di tempat pakan.

Proses pelleting adalah pengikatan partikel – partikel kecil dari bahan baku dalam campuran pakan dengan proses mekanis yang melibatkan perlakuan tekanan, penambahan kelembaban dan panas, yang selanjutnya akan dicetak ke luar melalui lubang die untuk dibentuk pellet. Tujuan utama dari pelleting adalah mengoptimalkan kualitas formula pakan dan memastikan setiap butir pakan yang dikonsumsi adalah sama. Ini utamanya diperoleh melalui proses pengkondisian pakan dengan uap panas (steam conditioning) yang berkualitas baik dan bertekanan optimal. Crumble adalah proses lanjutan terhadap pakan yang sudah dibentuk menjadi pellet, di mana bentuknya akan dipecah menjadi bentuk acak yang bisa dikelompokkan sebagai granul, crumble kecil, medium dan besar disesuaikan dengan ukuran / umur ternak.

Proses pelleting pakan unggas

Pelleting melibatkan beberapa tahapan proses mulai dari steam conditioning, pelleting, cooling, crumbling dan screening. Dalam proses produksi pakan keseluruhannya terdiri atas beberapa tahapan mulai dari grinding, batching / weighing, mixing sebelum masuk ke proses pelleting, dilanjutkan proses bagging. Bisa disimpulkan bahwa proses pelleting merupakan proses yang kompleks dan mengambil porsi cukup besar di dalam operasional feedmill. Efisiensi pelleting perlu dimonitor dan dijaga mempertimbangkan besarnya konsumsi enerji listrik, konsumsi suku cadang yang habis dipakai seperti die dan roller, maupun biaya pemeliharaan mesin – mesin utama seperti pelletmill, conditioner dan cooler. 

Proses pelleting bisa dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan pakan pellet yang berkualitas baik dengan penggunaan sumber daya secara normal dan terukur. Pelleting boros apabila pakan pellet yang dihasilkan mudah hancur dan banyak tepung mengakibatkan proses berjalan lebih lama dan cenderung sia-sia. Efisiensi proses pelleting sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bisa dikelompokkan sebagai 4-M yaitu man, machine, material dan method. Man adalah operator mesin yang terlatih, cekatan dan sensitif terhadap kualitas dan kuantitas hasil. Machine meliputi semua unit mesin yang terlibat yang kesemuanya harus dalam kondisi prima dan terpelihara dengan baik, termasuk kualitas bahan die dan roller yang mempunyai lifetime.

Material adalah khususnya karakteristik bahan baku pakan yang digunakan dalam formula yang mendukung kelancaran proses pelleting maupun kekerasan pellet yang dihasilkan. Sebanyak 60 % dari keberhasilan kualitas pellet ditentukan oleh formula dan ukuran partikel. Method adalah metode yang dipakai dalam proses pelleting, mencakup setting parameter – parameter yang menjadi variabel dalam mengoperasikan mesin dan bagian – bagiannya. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kualitas pellet yaitu formulasi pakan (40%), ukuran partikel (20%), steam conditioning (20%), spesifikasi die pellet (15%), dan cooling – drying (5%) (Steven Goh).

Karakteristik bahan baku

Karakter bahan baku yang berkontribusi terhadap output proses pellet bisa dikategorikan atas parameter fisik dan sifat kimia. Sebagai parameter fisik di antaranya ukuran partikel, bentuk partikel, kepadatan (densitas) dan sifat pengikatan. Semakin kecil ukuran partikel maka kualitas pellet semakin baik tetapi partikel yang terlalu halus menyebabkan masalah dalam proses pengaliran bahan dan pencampurannya. Mempertimbangkan kesehatan saluran pencernaan (ternak) ada kecenderungan untuk memberikan ukuran partikel yang lebih kasar.

Ukuran partikel yang terlalu kasar akan menyebabkan pellet mudah hancur, sehingga untuk mengakomodasi partikel kasar akan mengharuskan kompromi terhadap kualitas pellet. Apabila hammer mill menggunakan dua ukuran saringan yang berbeda misal 3 dan 4 mm (untuk pertimbangan kapasitas grinding) maka keseragaman distribusi ukuran partikel harus dipertimbangkan. Partikel yang seragam akan mempermudah proses conditioning dan pengeringan. Sebaliknya ukuran partikel yang bervariasi menyebabkan pengikatan selama gelatinisasi tidak akan merata.

Kepadatan bahan baku penyusun pakan mempengaruhi besaran volume bahan yang akan dipellet. Bahan dengan kepadatan rendah (bulky) akan membutuhkan lebih banyak enerji dalam conditioning karena waktu nya menjadi lebih lama, dibutuhkan suhu lebih tinggi untuk mencapai tingkat gelatinisasi yang sama. Bahan yang padat lebih efisien dalam mentransfer panas selama conditioning. Jika membandingkan jagung (densitas 0,72-0,75 kg/L) dan katul (densitas 0,30-0,35 kg/L) maka lebih banyak jagung akan menghasilkan pellet yang lebih keras dibandingkan kebanyakan katul, menyebabkan pellet lebih rapuh dan membutuhkan lebih banyak steam. Parameter kapasitas pengikatan terdapat pada jagung dan gandum / terigu yang mempunyai sifat pengikatan yang baik. Apabila mempertimbangkan harga formula harus menggunakan bahan baku dengan kapasitas pengikatan rendah maka bisa menggunakan binder sintetis.

Parameter kimia bahan baku yang penting untuk diperhatikan dalam proses pelleting adalah kelembaban, kandungan pati dan lemak. Meski tidak boleh dikesampingkan kandungan lain seperti serat kasar, protein dan abu (mineral). Kelembaban ideal bahan campuran adalah 10 – 12%, terlalu tinggi akan menghasilkan pellet yang lunak dan mudah hancur. Sebaliknya kelembaban rendah menyulitkan proses pengikatan sehingga pellet menjadi rapuh. Pati adalah pengikat alami yang akan mengalami gelatinisasi dan membentuk pellet menjadi kuat. Jagung, gandum, beras menir dan tapioka banyak mengandung pati. Gandum mempunyai suhu gelatinisasi yang lebih rendah (52–54 oC) dibandingkan jagung (70–75 oC) sehingga pati gandum akan lebih cepat tergelatinisasi dibandingkan jagung.

Lemak akan berfungsi sebagai pelumas yang melicinkan pengeluaran bahan dari lubang die, mengurangi gesekan bahan dengan material die sehingga akan memperpanjang umur pakai die. Terlalu banyak lemak akan mengurangi daya tahan pellet sehingga mudah hancur. Penambahan 1-2 % minyak tidak mempengaruhi kekerasan pellet tetapi jika ditambahkan >3-4% minyak akan secara signifikan mengurangi kekerasan pellet. Oleh karena itu pemakaian lemak perlu diatur secara seimbang, apabila terpaksa menggunakan lemak (misalkan CPO) dalam jumlah tinggi bisa disemprotkan lewat coater (setelah cooling).

Proses pelleting pakan broiler memberikan output yang lebih besar dbandingkan jika memproses pakan breeder atau petelur. Ini disebabkan oleh perbedaan kandungan abu. Pakan broiler normalnya mengandung abu 5-6% sedangkan pakan petelur bisa mengandung abu 11-12%. Biasanya ini linier dengan kandungan kalsium (Ca). Kebanyakan abu akan membuat pellet menjadi lebih rapuh dan meningkatkan gesekan partikel sewaktu melewati lubang die.

Pre-pelleting

Pakan yang akan diproses pellet haruslah sudah berbentuk tepung setidaknya berukuran partikel 2-3 mm untuk memastikan hasil adukan yang homogen serta penetrasi panas dan kelembaban  maksimal. Semakin kecil ukuran partikel dari hasil grinding akan memperbaiki gelatinisasi selama conditioning dan berkorelasi dengan durabilitas pellet. Sebaliknya semakin kasar ukuran partikel akan menyebabkan pellet lebih mudah patah karena gelatinisasi yang tidak sempurna. Mengingat waktu yang terbatas selama di dalam conditioning tidak memungkinkan penetrasi panas dan kelembaban yang cukup.

Proses pelleting dimulai setelah pakan ke luar dari mixer dan ditransfer ke dalam pre-pelleting bin. Di dalam proses mixing biasa disemprotkan bahan minyak seperti crude palm oil (cpo), olein dan lain-lain. Mempertimbangkan kekerasan pellet yang ingin dicapai bisa digunakan coater untuk memecah pemberian minyak sebelum dan sesudah pelleting. Kandungan lemak dari bahan pakan bersifat buruk terhadap kekerasan pellet.

Conditioning

Conditioning adalah penambahan panas dan kelembaban ke dalam bahan pakan melalui pemasukan steam. Alasan dasar untuk melakukan conditioning dalam proses pelleting, antara lain sebagai lubrikan yang akan meningkatkan laju produksi, meningkatkan umur die, menurunkan biaya enerji dan mendorong terjadinya gelatinisasi pati. Fungsi conditioning ini sangat esensial karena dengan proses yang tepat akan menghasilkan kualitas pellet lebih baik, konversi pakan efisien dan bisa ditekannya pertumbuhan bakteri. Penambahan panas dan kelembaban diimplementasikan berupa penambahan steam yang bertekanan. Steam adalah air dalam bentuk gas, dihasilkan dari pemanasan air dalam boiler. Steam yang dihasilkan kemudian akan dihantarkan melalui jaringan pemipaan masuk ke dalam ruang conditioner melalui beberapa titik. Steam berbentuk gas (dan bertekanan) inilah yang memungkinkan penetrasi secara merata ke segala arah.

Dalam proses conditioning diharuskan terjadi homogenisasi distribusi steam ke dalam setiap partikel bahan pakan, sehingga selama pergerakan bahan terjadi proses pengadukan yang merata. Pergerakan dan pengadukan di dalam conditioner diatur oleh pedal-pedal dengan sudut kemiringan tertentu. Waktu retensi conditioning yang ideal bisa bervariasi tergantung pada banyak faktor, tetapi untuk pakan broiler dan unggas pada umumnya adalah 60–90 detik dengan capaian suhu pakan 80–85oC. Pakan ruminansia yang mengandung serat kasar tinggi membutuhkan waktu conditioning lebih panjang sekitar 120–180 detik.

Selain kandungan serat kasar, ukuran partikel bahan berpengaruh terhadap efektivitas conditioning di mana semakin kecil ukuran partikel akan lebih cepat menerima panas dan kelembaban sehingga conditioning berjalan lebih efisien. Under-conditioning akan menghasilkan pellet yang lemah dan mudah hancur. Sebaliknya over-conditioning akan menghasilkan pellet yang lembek dan menyulitkan untuk diproses lebih lanjut, bisa mengakibatkan jamming di dalam ruang die.

Steaming

Steam menjadi faktor kunci dalam conditioning dan untuk mendapatkan hasil conditioning yang ideal maka steam harus memenuhi 3 kriteria yaitu kualitas steam yang baik, kuantitasnya cukup dan steam harus mempunyai tekanan yang cukup. Steam berkualitas baik bentuknya tidak kelihatan, mempunyai panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah panas yang pertama kali memanaskan partikel bahan pakan, selanjutnya pada saat steam berkondensasi akan melepaskan enerji berupa panas laten yang akan memberikan panas lanjutan pada partikel pakan. Steam yang baik bersifat jenuh (saturated) yaitu mempunyai kombinasi optimal antara panas sensibel dan panas laten. Steam jenuh sangat efisien dalam mentransfer panas. Steam berkualitas jelek jika berwujud sebagai uap air yang kelihatan.

Kandungan air dalam steam harus diupayakan minimal karena jika mulai banyak air yang terbentuk akibat kondensasi (disebut steam basah) akan menyebabkan berkurangnya efisiensi transfer panas. Steam basah akan terjadi ketika suhu dan tekanan berada dalam kisaran  yang memungkinkan terbentuknya kondensat air dan yang akan bercampur dengan steam. Steam basah tergolong sebagai steam berkualitas buruk, tidak efisien dalam memanaskan partikel bahan pakan. Akibatnya dibutuhkan lebih banyak steam dan memberikan kandungan air yang berlebihan kepada bahan pakan, menurunkan kapasitas produksi pelleting karena bahan pakan sulit dikeluarkan dari lubang die.

Apabila steam dipanaskan secara berlebihan di atas suhu jenuhnya pada tekanan tertentu, akan menghasilkan superheated steam. Steam jenis ini mempunyai banyak panas sensibel tetapi tidak mengandung panas laten karena tidak akan terkondensasi (mengembun) sampai suhunya diturunkan secara signifikan. Untuk tujuan conditioning superheated steam tidak bagus karena tidak cukup efektif untuk meningkatkan kelembaban partikel bahan mengingat sedikitnya panas laten yang dapat dilepaskan.

Steam kualitas baik akan tidak berwujud pada saat keluar dari jalur pipa karena semua kandungan air sudah terevaporasi. Selanjutnya pada jarak 10–20 cm dari titik keluar barulah steam tersebut akan bisa terlihat karena penurunan suhu dan terjadinya kondensasi. Cara lain untuk memastikan steam berkualitas baik adalah dengan mengukur suhu dan kandungan air bahan pakan sebelum dan sesudah conditioning. Korelasi antara peningkatan kandungan air dengan suhu menggambarkan kualitas steam, di mana steam berkualitas baik akan meningkatkan suhu bahan pakan sebesar 16 oC untuk setiap 1% penambahan kelembaban bahan.

Meningkatkan kuantitas steam ke dalam conditioner akan meningkatkan suhu conditioning. Sekaligus juga akan meningkatkan kelembaban ke dalam bahan pakan, dan akan mempengaruhi plastisitas komponen polimer bahan seperti pati. Tergantung pada kondisi suhunya, pati bisa terdapat dalam 3 bentuk / fase  yang berbeda yaitu fase rapuh padat, fase plastis padat dan fase cair.

Pada suhu 50–60 oC yaitu di bawah suhu transisi kaca, komposisi pati berupa gabungan dari fase kaca dan kristalin, yang sifatnya keras, rapuh dan tidak fleksibel. Pada suhu 60–90 oC yaitu antara suhu transisi kaca dan gelatinisasi, berupa gabungan fase amorf dan kristalin, yang sifatnya lebih lunak dan plastis. Pada suhu di atas 90 oC pati dalam keadaan terlarut atau meleleh, yang bersifat cair dan sangat fleksibel.

Dalam praktek conditioning, jika pada suhu rendah pati berada dalam bentuk keras dan rapuh sehingga tidak akan dapat memberikan ikatan yang baik dan akibatnya pellet akan menjadi lemah dan mudah hancur. Pada suhu yang lebih tinggi tetapi masih di bawah titik gelatiniisasi, komponen pati mulai melunak dan lebih plastis. Pati berada di fase transisi ketika sebagian struktur kristalin nya berubah menjadi bentuk amorf dan mempunyai fleksibilitas yang baik.

Dengan menambahkan kelembaban, pati memberikan daya ikat yang baik sehingga durabilitas pellet semakin kuat. Pada suhu di atas 90 oC, pati sepenuhnya berubah menjadi fase cair, telah mengalami gelatinisasi penuh dan mempunyai daya ikat yang kuat. Dengan kelembaban yang tinggi dimungkinkan untuk menyerap air dalam jumlah besar untuk mencapai konsistensi pellet yang diinginkan. Meskipun demikian, peningkatan suhu dan kelembaban harus diberikan secara bertahap untuk mengurangi kerusakan pada struktur pati.

Adalah penting untuk menjaga agar suhu berada sedikit di bawah titik gelatinisasi untuk memastikan bahwa pati berada dalam fase plastis padat (yang ideal untuk pelleting). Suhu yang terlalu tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan overcooking yang akan merusak kandungan nutrisi. Selanjutnya apabila diperlukan, pengaturan kombinasi yang tepat antara suhu dan kelembaban memungkinkan untuk memindahkan pati ke fase cair sehingga bisa membentuk ikatan partikel yang sangat kuat.

Pada umumnya formulasi pakan akan menghasilkan bahan dengan kandungan air berkisar 11 – 12 % dan untuk mencapai conditioning yang optimum pada tingkat kelembaban 16–17,5% maka setidaknya harus ditambahkan kelembaban 4-5 % melalui penambahan steam. Rumus praktisnya adalah untuk setiap penambahan suhu sebanyak 12,5 oC yang berasal dari steam, bisa ditambahkan kelembaban sebesar 1%. Misalkan suhu bahan pakan 10 oC dan ditargetkan untuk mencapai suhu 85 oC maka harus ditambahkan kelembaban sebesar 6 %. Sebaliknya jika suhu bahan pakan sudah tinggi misalnya 35 oC maka untuk mencapai suhu 85 oC cukup untuk menambahkan kelembaban sebesar 4% saja.

Oleh karena itu adalah penting untuk memonitor kelembaban dan suhu dari formula, dan bahan baku yang dominan khususnya jagung, mengingat penggunaan jagung di dalam pakan broiler berkisar 50%. Apabila jagung yang digunakan relatif kering dan suhunya hangat maka tidak memungkinkan untuk menambahkan steam dalam jumlah yang cukup tanpa melewati batas suhu maksimum.

Pengaturan tekanan steam dari boiler sampai ke dalam conditioner memainkan peranan yang krusial untuk memastikan kualitas dan kuantitas steam. Tekanan steam berpengaruh terhadap suhu steam yang akan memampukannya untuk menghantarkan panas dan kelembaban ke dalam bahan. Tekanan yang umumnya digunakan di boiler berkisar antara 1 – 10bar (15–150 psi) tergantung kebutuhan suhu yang diinginkan. Sedangkan tekanan steam yang ideal untuk proses conditioning adalah berkisar 1,5–3bar (22–44 psi).

Dalam kisaran tekanan ini memungkinkan suhu steam antara 120–130 oC. Sistem pipa distribusi harus bisa menghindari penurunan tekanan yang signifikan. Juga harus mempunyai insulasi yang cukup untuk menghindari kehilangan panas. Valve pengurang tekanan (PRV) digunakan untuk menurunkan tekanan steam yang tinggi di boiler ke tingkat yang lebih rendah saat masuk ke ruang conditioning. Kondensat air yang mungkin terbentuk selama proses penghantaran steam harus dibuang dengan memasang steam trap sehingga hanya steam kering yang masuk ke conditioner.

Gelatinisasi

Pati terdiri atas 2 polisakarida utama yaitu amilosa (menyusun 20–30% dari pati) dan amilopektin (menyusun 70 – 80% pati). Selama proses conditioning kombinasi perlakuan antara kelembaban, panas dan tekanan akan mendorong dimulainya proses gelatinisasi. Ketika dipanaskan maka pati mulai menyerap air yang memicu pembengkakan / pengembangan granul pati. Pemanasan juga menyebabkan pecahnya ikatan hidrogen dalam molekul pati memicu pembengkakan lebih lanjut dan merusak struktur kristalin. Penyerapan air dan pemanasan terus menerus mendorong granul pati mengembang lebih besar dan mengalami deformasi.

Sampai pada titik tertentu, bagian kristal akan pecah untuk selanjutnya molekul amilosa dan amilopektin dilepaskan ke dalam larutan. Interaksi amilosa (dan juga amilopektin) dengan air akan membentuk gel dan akan meningkatkan viskositas bahan. Dengan viskositas yang tinggi akan membantu proses pelleting dengan kualitas pellet yang lebih kuat. Gelatinisasi akan meningkatkan kemampuan pati untuk menyerap sejumlah besar air, meningkatkan kecernaan bahan dan implikasinya memperbaiki konversi pakan. Selain itu gelatinisasi juga mempercepat kerja enzim amilase untuk memecah ikatan pati menjadi bentuk karbohidrat yang lebih sederhana dan lebih mudah terlarut.

Gelatinisasi yang dimulai di dalam ruang conditioning akan berlanjut di proses berikutnya ketika bahan memasuki ruang pelleting, ditekan ke luar melalui lubang die dan selama proses pendinginan / pengeringan di dalam cooler. Tekanan mekanis dan panas tambahan dari putaran roller dan die yang menempa ke luar bahan akan mendorong gelatinisasi yang lebih optimal. Selanjutnya pada saat material bahan mengalami proses penurunan suhu (pendinginan), struktur gel yang terbentuk selama proses gelatrinisasi akan mengeras untuk memberikan kekuatan dan integritas pada partikel pellet. 

Pelleting : Roller dan Die

Bahan yang sudah tergelatinisasi akan masuk ke dalam ruang die, di mana putaran die akan ikut memutar sepasang roller kanan kiri yang tipis berdekatan  dengan permukaan dalam die (jarak setebal selembar kertas). Bahan pakan dari conditioner akan diarahkan ke celah antara die dan roller dan ditekan ke luar oleh putaran roller melalui lubang – lubang die membentuk pellet yang selanjutnya terpotong oleh pisau sesaat setelah meninggalkan lubang die. Banyak faktor terkait die dan roller yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas pellet. Faktor tersebut di antaranya (1) diameter dan ketebalan die, (2) ukuran lubang die, (3) kecepatan putaran die, (4) tekanan roller, (5) diameter roller, (6) jarak antara roller dan die.

Roller adalah silinder berputar terbuat dari logam dengan permukaan bergaris atau berpola tertentu sedemikian rupa untuk memberikan daya gesek terhadap bahan pakan dan permukaan dalam die. Roller biasanya sepasang dan ditempatkan horizontal di dalam lingkaran die. Roller berperan untuk menekan bahan pakan melalui luibang die. Diameter roller berkisar 150 – 300 mm disesuaikan dengan diameter die.

Tekanan roller ke arah permukaan dalam die diatur secara hidrolik ataupun mekanik. Tekanan roller harus diatur cukup untuk memadatkan bahan pakan, memberikan daya kompresi yang cukup tanpa menyebabkan jamming dan kerusakan pada die (aus). Harga die sangat mahal sehingga umur pakai nya harus diperhitungkan. Jenis bahan baku mempunyai karakter abrasif yang berbeda, yang juga berkontribusi terhadap umur pakai die.  Jagung dan bungkil kedele mempunyai nilai abrasif rendah sedangkan katul (silika), cangkang (shell) dan mineral mempunyai nilai abrasif tinggi.

Ukuran mesin pelletmill akan mempunyai diameter die yang berbeda-beda, semakin besar diameter akan semakin banyak area pelleting (working area) lubang die sehingga output akan lebih besar. Lebih jelasnya working area menggambarkan luas permukaan yang digunakan roller untuk menekan bahan ke luar melalui lubang die.

Pada ukuran diameter die yang sama bisa mempunyai pilihan ketebalan lubang die yang berbeda, di mana semakin tebal akan meningkatkan tekanan pada bahan sehingga kualitas pellet lebih padat tetapi dengan konsekuensi output akan berkurang. Diameter die pada mesin kapasitas tinggi berkisar 600 – 900 mm. Ketebalan die bervariasi mulai 50 sampai 120 mm, di mana die tipis 50–70 mm cocok untuk pellet berukuran kecil, sedangkan die tebal 80–120 mm untuk bahan yang sulit diproses dan ukuran pellet lebih besar.

Lubang die mempunyai parameter lain yaitu diameter dan rasio panjang terhadap diameter lubang (rasio L/D). Diameter lubang die menentukan ukuran diameter pellet, lubang kecil akan menghasilkan pellet lebih halus namun padat, sedangkan lubang besar menghasilkan pellet kasar tetapi kemungkinan kurang padat. Ukuran diameter lubang die berkisar 3–4 mm untuk pakan unggas. 

Ukuran diameter die juga terkait dengan peruntukan jenis pakan yang akan diproduksi, tetapi mempertimbangkan down time yang lama untuk setiap pergantian die maka biasanya digunakan satu ukuran diameter die untuk banyak jenis pakan yang berbeda. Nilai rasio L/D rendah 4:1 – 6:1 sedangkan rasio tinggi 8:1 – 10:1. Rasio L/D mempengaruhi densitas dan kekerasan pellet. Jika diinginkan pellet yang keras maka rasio L/D bisa ditingkatkan tetapi meningkatnya resistensi yang timbul akan menurunkan kapasitas produksi.

Jamming

Kebanyakan kendala proses pelleting adalah disebabkan kejadian jamming yaitu material tidak lagi mampu dilewatkan melalui lubang die menyebabkan lubang buntu. Jamming mewakili 58% dari banyak problem yang menyebabkan pelletmill berhenti proses. Jamming menurunkan kapasitas produksi pellet. Ada banyak faktor yang berkontribusi mulai dari jenis bahan baku, mesin dan cara proses itu sendiri. Kandungan air bahan baku yang terlalu tinggi dan terlalu rendah menyebabkan bahan cenderung menempel pada die / roller. Formulasi menggunakan bahan yang mengandung serat dan lemak tinggi cenderung lebih sulit diproses. Conditioning yang tidak sempurna (kualitas dan kuantitas steam, lama conditioning) menyebabkan bahan tidak mencapai kondisi yang optimal untuk diproses pelleting.

Ukuran partikel bahan haruslah seragam sebab jika tidak akan menimbulkan tekanan yang berbeda-beda di dalam die, ini meningkatkan resiko jamming. Kondisi die dan roller yang sudah aus mempersulit penekanan bahan ke luar masuk lubang die. Pengaturan tekanan roller, kecepatan feeder ke dalam ruang die yang tidak tepat akan menyebabkan jamming. Meskipun pelletmill dengan teknologi terakhir sudah diatur secara otomatis yang bisa meminimalkan jamming tetapi tetap saja akan menurunkan produktivitas. Paling parah adalah apabila sudah terlalu banyak lubang die yang menjadi buntu maka harus dilakukan pergantian die dan die tersebut harus diperbaiki.

Daftar pustaka

Duitshof, S and M. Thomas. The effect of conditioning on pellet quality. Phileo Lesaffre. http://phileo-lesaffre.com/en/the-effect-of-conditioning-on-pellet-quality/

Cutlip,S.E, J.M. Hott, N.P. Buchanan, A.L. Rack, J.D. Latshaw, and J.S. Moritz. The effect of steam-conditioning practices on pellet quality and growing broiler nutritional value. Journal of Appliead Poultry Research. Volume 17, Issue 2, July 1st 2008, pages 249 – 261.

Steven Goh. Role of proper steam conditioning – starch gelatinisation. https://www.efeedlink.com>cps>december

Truelock, C.N, M.D. Tokach, C.R. Stark and C.B. Paulk. Pelleting and starch characteristics of diets containing different corn varieties. Published by Oxford University Press on behalf of the American Society of Animal Science. 2020.

Behnke, K.C. Factors affecting pellet quality. Feed Pelleting Reference Guide. Kansas State University.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verified by MonsterInsights