Palm kernel meal atau PKM sudah umum digunakan sebagai bahan pakan ternak secara luas mulai dari unggas, babi hingga ruminansia. Sejauh ini merupakan komoditas sumber protein dan enerji yang sangat ekonomis dalam menyusun formulasi pakan. PKM yang merupakan hasil samping produksi minyak kelapa sawit masih menyisakan berbagai kendala berupa kandungan anti nutrisi mannan dan secara fisik mengandung batok yang sangat sulit dicerna oleh unggas. Kendala tersebut di antaranya bisa diatasi dengan melakukan fermentasi palm kernel meal, meskipun cara fermentasi palm kernel meal masih jarang dilakukan.
Limbah industri minyak sawit mengenal 2 istilah by-product akhir untuk bahan pakan ternak yaitu PKM dan PKC, yang terkadang membingungkan. Secara teknis keduanya merupakan hasil sampingan (limbah) dari proses pengolahan minyak sawit tahap kedua, tetapi berbeda tahap proses produksinya. PKC (palm kernel cake) merupakan residu yang tersisa setelah ekstraksi minyak dari palm kernel yang menghasilkan palm kernel oil, sedangkan PKM adalah hasil proses lanjutan setelahnya. PKC biasa disebut juga Palm Kernel expeller (PKE). Inilah yang menyebabkan perbedaan kandungan nutrisi keduanya berbeda, di mana kualitas nutrisi PKM lebih bernilai dibandingkan PKC.
Juga cara ekstraksi minyak palm kernel akan mempengaruhi kandungan enerji metabolis nya. Ekstraksi dengan metode ekspeller akan menghasilkan sisa lemak yang masih tinggi dibandingkan dengan metode ekstraksi solvent. Warna PKM umumnya coklat dan bisa bervariasi dari coklat muda hingga coklat gelap. Ini bisa disebabkan oleh macam / tipe proses produksi yang berbeda sewaktu ekstraksi palm kernel oil dari palm kernel cake. Di antaranya terdapat perlakuan panas selama proses ekstraksi tersebut. Panas yang berlebihan akan menyebabkan warna menjadi gelap karena cenderung gosong.
Mayoritas warna PKM yang cenderung coklat akan menyebabkan warna pakan jadi semakin berwarna gelap dengan meningkatnya level penggunaan PKM di dalam pakan. Panas yang tidak menjalani pendinginan yang baik juga akan berdampak pada masih tingginya suhu bahan PKM. Kondendasi yang timbul selama proses penyimpanan akan mendukung pertumbuhan jamur.
Contents
Kendala Penggunaan PKM
Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Adapun produksi PKM di dunia mencapai lebih kurang 9,5 juta ton per tahun (2017). Di mana sebanyak 80% suplai PKM dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Indonesia pada tahun 2018 mampu menghasilkan PKM sebesar 5,89 juta ton sementara Malaysia di peringkat kedua sebesar 2,74 juta ton. Tingkat penggunaan PKM sebagai bahan pakan ternak masih relatif kecil atau belum optimal dan sebagian besar PKM diekspor ke negara lain.
Masih rendahnya tingkat serapan PKM untuk industri pakan ternak disebabkan oleh 4 masalah utama, yaitu (1) kandungan serat kasar tinggi, (2) kadar protein rendah, (3) kontaminasi batok (cangkang atau shell) yang mengandung lignin, dan (4) kurang palatabel.
Secara naturalnya kualitas PKM sebagai sumber protein dan enerji masih rendah yang disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar. Di mana sebanyak 56,4$ dari serat kasar PKM terdapat dalam bentuk ϐ-manan, yang mana terutama unggas kesulitan untuk mencernanya akibat ketiadaan enzyme mannanase. Serat kasar PKM terdiri dari 60% polisakarida non pati (NSP) yang bisa dipecah lagi menjadi manan 78%, arabinoxylan 3%, selulosa 12% dan glucuronoxylan 3%. Kandungan serat kasar yang tinggi akan menurunkan ketersediaan enerji dan juga serat kasar melindungi molekul protein yang menyulitkan enzim protease untuk menguraikannya.
Tabel 1. Kandungan proksimat PKM dibandingkan SBM, CSM dan RSM (basis bahan kering)
Bahan baku (%) | Bhn Kering | Protein | Serat Kasar | Abu | Lemak |
---|---|---|---|---|---|
PKM (Palm kernel meal) | 92,0 | 21,3 | 17,5 | 5,0 | 7,8 |
SBM (Soybean meal) | 91,1 | 48,0 | 6,5 | 6,0 | 0,6 |
CSM (Cottonseed meal) | 92,4 | 41,0 | 13,6 | 7,0 | 2,0 |
RSM (Rapeseed meal) | 90,5 | 38,0 | 12,0 | 7,2 | 1,5 |
Sumber : Nwokolo, E.N, et.al, 1976 |
PKM mempunyai kandungan protein yang relatif rendah dibandingkan dengan beberapa jenis bahan baku hasil ikutan ekstraksi minyak yang juga digunakan dalam penyusunan pakan unggas seperti SBM dan RSM. Kandungan protein PKM pada umumnya berkisar 15 – 17% (basis as is) dan cukup bervariasi, dipengaruhi oleh kandungan proksimat lainnya terutama serat kasar dan lemak. Cara prosesing di tahap kedua sewaktu penanganan palm kernel (pengurangan shell) dan ekstraksi minyak (mekanis), memberikan variasi atas sisa hasil ikutan yang diproses menjadi palm kernel meal. Protein yang rendah berdampak terhadap kandungan asam amino, yang nilainya lebih rendah dibandingkan jenis bungkil lainnya. Pengukuran ketersediaan asam amino pada PKM juga memperlihatkan nilai persentase kecernaan yang lebih rendah. Khususnya yang perlu menjadi perhatian terhadap beberapa asam amino esensial.
Tabel 2. Komposisi asam amino PKM, SBM, CSM dan RSM (bahan kering)
Asam amino | PKM | SBM | CSM | RSM |
---|---|---|---|---|
Lisin | 0,69 | 2,95 | 2,19 | 2,08 |
Histidin | 0,41 | 1,23 | 1,37 | 0,98 |
Arginin | 2,68 | 3,45 | 5,60 | 1,93 |
Asam aspartat | 1,69 | 5,64 | 4,74 | 2,38 |
Treonin | 0,66 | 1,88 | 1,51 | 1,48 |
Serin | 0,90 | 2,48 | 2,15 | 1,48 |
Asam glutamate | 3,62 | 9,01 | 10,32 | 6,22 |
Prolin | 0,50 | 1,21 | 1,58 | 2,16 |
Glisin | 0,91 | 2,16 | 2,31 | 1,79 |
Alanin | 0,81 | 2,16 | 2,04 | 1,58 |
Valin | 0,43 | 1,02 | 1,68 | 0,75 |
Methionin | 0,47 | 0,75 | 0,70 | 0,84 |
Isoleusin | 0,60 | 1,92 | 1,22 | 1,30 |
Leusin | 1,23 | 3,71 | 2,85 | 2,57 |
Tirosin | 0,58 | 1,84 | 1,45 | 1,09 |
Phenilalanin | 0,82 | 2,44 | 2,48 | 1,49 |
Sumber : Nwokolo, E.N, et.al, 1976 |
Tabel 3. Ketersediaan asam amino pada PKM, SBM, CSM dan RSM pada system pencernaan ayam
Asam amino | PKM | SBM | CSM | RSM |
---|---|---|---|---|
Lisin | 90,0 | 99,0 | 89,0 | 94,4 |
Histidin | 90,1 | 98,8 | 93,8 | 94,2 |
Arginin | 93,2 | 98,8 | 95,7 | 95,8 |
Asam aspartat | 87,6 | 98,3 | 93,6 | 91,7 |
Treonin | 86,5 | 97,9 | 89,8 | 90,8 |
Serin | 88,7 | 98,1 | 93,0 | 91,4 |
Asam glutamate | 90,1 | 98,9 | 96,3 | 94,9 |
Prolin | 68,0 | 93,0 | 90,9 | 91,2 |
Glisin | 63,3 | 92,9 | 91,7 | 89,4 |
Alanin | 85,5 | 97,4 | 89,2 | 94,2 |
Valin | 68,4 | 92,9 | 91,1 | 90,9 |
Methionin | 91,4 | 98,7 | 93,3 | 78,4 |
Isoleusin | 86,1 | 97,7 | 91,3 | 91,6 |
Leusin | 88,5 | 98,4 | 92,4 | 94,0 |
Tirosin | 85,0 | 98,0 | 94,2 | 92,8 |
Phenilalanin | 90,5 | 98,6 | 95,2 | 94,8 |
Sumber : Nwokolo, E.N, et.al, 1976 |
Kandungan Cu sebesar 28,4 ppm (Mirwandono dan Siregar, 2004) sampai 48,04 ppm (Mirnawati, dkk. 2008 dalam Mirnawati dan Gita Ciptaan, 2022) di dalam PKM cukup tinggi di mana Cu akan mengikat senyawa protein khususnya asam amino yang mengandung sulfur (sulfur amino acids = methionine dan sistin). Akibatnya akan menurunkan nilai kecernaan asam amino tersebut.
Tabel 4. Kandungan Mineral PKM, SBM, Cottonseed meal dan RSM
Bahan | Ca | P | Mg | Mn | Fe | Zn | Cu |
---|---|---|---|---|---|---|---|
(mg/g) | (%) | (mg/g) | (mg/kg) | (mg/kg) | (mg/kg) | (mg/kg) | |
Palm kernel meal (PKM) | 3,60 | 0,80 | 4,37 | 135,0 | 356,0 | 41,0 | 27,0 |
Soybean meal (SBM) | 3,87 | 0,87 | 4,13 | 27,0 | 164,0 | 49,0 | 27,0 |
Cottonseed meal (CSM) | 2,60 | 1,20 | 5,63 | 27,0 | 81,0 | 48,0 | 27,0 |
Rapeseed meal (RSM) | 8,50 | 1,25 | 4,66 | 55,0 | 110,0 | 55,0 | 33,0 |
Sumber : Nwokolo, E.N, et.al, 1976 |
Tabel 5. Persen ketersediaan mineral PKM, SBM, CSM, dan RSM
Unsur Mineral | PKM | SBM | CSM | RSM |
---|---|---|---|---|
Ca (%) | 68,6 | 85,6 | 64,6 | 71,7 |
P (%) | 70,8 | 89,3 | 76,9 | 74,8 |
Mg (%) | 56,4 | 77,4 | 74,6 | 61,1 |
Mn (%) | 45,7 | 76,1 | 76,3 | 56,7 |
Zn (%) | 13,9 | 66,5 | 38,0 | 57,6 |
Cu (%) | 44,7 | 51,0 | 42,3 | 62,2 |
Sumber : Nwokolo, E.N, et.al, 1976 |
Kendala secara fisik dikarenakan bervariasinya kandungan batok / cangkang (shell) yang ditemukan di dalam PKM. Tingkat kontaminasi batok di dalam PKM sangat bervariasi mulai dari 5 – 20%. Ini disebabkan oleh cara proses dan mesin yang digunakan untuk memisahkan (separator) batok dari kernel sebelum proses ekstraksi palm kernel oil dari palm kernel. Besaran kontaminasi batok ini juga yang menjadi salah satu faktor penentu kualitas PKM sewaktu proses penerimaan di feedmill dan bisa membatasi maksimal penggunaannya di dalam pakan. Batok sama sekali tidak mempunyai nilai nutrisi sehingga kehadiran nya berkorelasi negatif dengan kandungan nutrisi yang diperlukan.
Perbaikan Kualitas Palm Kernel Meal
Upaya untuk meningkatkan kualitas palm kernel dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu secara fisik (mekanik) berupa sieving / filtering, grinding dan ekstrusi, enzimatik dan fermentasi. Cangkang sawit diketahui sangat sulit untuk didegradasikan secara biologi maupun kimiawi, sehingga perlakuan mekanik merupakan salah satu pilihan. Perbaikan dengan tindakan mekanis adalah upaya untuk meminimalkan kontaminasi batok (cangkang) dengan menggunakan mesin separator. Separasi cangkang menggunakan metoda fraksinasi (filtering) memperlihatkan bahwa bagian non cangkang akan terkonsentrasi pada saringan ukuran mesh 30 – 400, sedangkan bagian cangkang akan terkonsentrasi pada saringan berukuran mesh 8 – 16 (Yatno, 2011 dalam Ainun Nafisah et al, 2022). Sebagai catatan , mesh 8 = 2,38 mm, mesh 16 = 1,19 mm, mesh 30 = 0,595 mm dan mesh 270 = 0,053 mm.
Proses grinding bertujuan untuk mengurangi ukuran partikel termasuk di antaranya cangkang dari PKM. Dengan berkurangnya ukuran partikel akan meningkatkan luas permukaan sehingga memungkinkan akses yang jauh lebih luas bagi enzim pencernaan untuk meningkatkan kecernaan nya. Tetapi mempertimbangkan bahwa cangkang pada dasarnya sulit dicerna, maka proses grinding tidak akan banyak berpengaruh terhadap kualitas cangkang. Perbaikan yang ada adalah kualitas pakan hasil grinding yang akan memperoleh efek positif. Proses sieving / filtering lebih signifikan pengaruhnya karena akan mengurangi persentase kandungan cangkang dalam PKM.
Ekstrusi PKM dengan menggunakan mesin ekstruder, misalnya dengan twin screw extruder akan membantu untuk mengurangi kandungan polisakarida yang tidak tercerna. Dalam suatu penelitian untuk mengukur pengaruh ekstrusi dan sieving terhadap kualitas nutrisi palm kernel cake (PKC), disimpulkan bahwa perlakuan mekanis dengan ekstrusi ataupun sieving tidak nyata berpengaruh terhadap kandungan protein dan abu. Meskipun demikian kedua perlakuan fisik tadi nyata menurunkan kandungan serat kasar masing – masing sebesar 21% dan 19%. Selanjutnya proses ekstrusi meningkatkan penyediaan enerji AME sebanyak 6% dan meningkatkan kecernaan protein sebesar 32%. Ekstrusi dengan suhu tinggi dalam waktu singkat akan mendegradasi mikro organisma dan senyawa anti nutrisi yang tidak tahan panas. Juga tekanan dan gesekan selama proses ekstrusi akan memecah struktur protein yang akan memperbaiki kecernaannya.
Penggunaan enzyme untuk memperbaiki kualitas nutrisi PKM tidak banyak membuahkan hasil. Suplementasi enzim komersial ke dalam PKM tidak secara signifikan memperbaiki laju pertumbuhan ayam dibandingkan ayam yang tidak mendapatkan suplementasi enzim. Kemungkinan karena enzim komersial tersebut tidak cocok dengan profil nutrisi PKM khususnya fraksi serat kasar, karena kebanyakan enzim tersebut pada awalnya memang tidak didisain secara khusus untuk PKM (Sundu et al., 2004). Setidaknya ada 3 jenis enzyme yang diperlukan jika ingin memperbiki kualitas PKM yaitu mannanase, galactosidase dan selulase, masing – masing untuk memecah dan mencerna ikatan rantai mannan, selulosa dan galaktosida. Beberapa penelitian lanjutan dengan penggunaan enzyme mannanase secara sendiri atau kombinasi antara mannanase, selulase dan galactosidase memberikan hasil yang menjanjikan.
Proses Fermentasi palm kernel meal
Cara fermentasi sudah umum dilakukan terhadap beberapa bahan baku yang biasa diberikan pada ternak ruminansia seperti dalam pembuatan silase di antaranya untuk diolah menjadi silase rumput, silase Jerami, silase jagung, silase legum sampai pada tepung ikan fermentasi. Tujuan fermentasi adalah untuk meningkatkan kualitas nutrisi dan ketersediaan nutrisi dari bahan pakan yang bekualitas rendah, terutama berasal dari limbah industri pertanian atau pengolahan bahan makanan. Ini diharapkan akan dapat meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal sebagai alternatif dalam penyusunan pakan unggas (dan terrnak pada umumnya). Misalnya bungkil kelapa sawit, bungkil kelapa, kopra, limbah singkong, dedak, kulit buah kakao, limbah udang, limbah bulu ayam, ampas sagu, ampas kecap dan lain – lain.
Proses fermentasi palm kernel meal membutuhkan bantuan mikro organisma seperti ragi, bakteri dan atau jamur untuk memecah senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dalam hal ini karbohidrat, protein, lemak dan bahan organik lain dari bahan akan diuraikan dalam kondisi aerob ataupun anaerob melalui kerja enzimatik yang dihasilkan oleh mikroba tersebut.
Dalam satu penelitian oleh Bahri et al (2019) dalam B Sundu et al (2021) terhadap fermentasi limbah kelapa menggunakan Aspergillus niger mengindikasikan bahwa mikroba tersebut dapat menghasilkan enzim mannanase. Juga diketahui bahwa sejumlah mikro organisma mampu mensintesa vitamin dan asam amino tertentu selama proses fermentasinya. Jadi teknologi fermentasi sangat tepat untuk diterapkan pada bahan baku alternatif lokal yang mempunyai kendala dalam hal tingginya kandungan serat kasar, rendahnya kandungan protein, ketidak-seimbangan asam amino dan adanya kandungan zat anti nutrisi.
Teknik Fermentasi palm kernel meal
Selain pemilihan jenis mikroba yang sesuai dengan substrat, faktor lain yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan proses fermentasi adalah substrat yang digunakan (ukuran partikel, kadar air dan water activity pada substrat, perlakuan pendahuluan terhadap substrat) dan kondisi lingkungan yang tepat dan seragam. Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap fermentasi palm kernel meal antara lain suhu, pH, kelembaban, komposisi kimia dari media, lamanya waktu proses fermentasi dan lain – lain. Faktor – faktor tersebut akan mempengaruhi kualitas pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisma yang digunakan dalam proses fermentasi.
Teknik fermentasi palm kernel meal yang sudah umum dilakukan adalah menggunakan metoda solid state fermentation (SSF) atau fermentasi media padat. Metoda ini berguna untuk menurunkan kandungan linoselulosa yang tinggi, meningkatkan kandungan protein bahan, meningkatkan kadar vitamin bahan, memproduksi protein sel tunggal (PST) dan menghasilkan enzim. Mengingat banyaknya jenis mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi maka metoda fermentasi media padat bisa dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu (1) fermentasi media padat alami, yang menggunakan microflora alami, misalnya dalam pembuatan kompos dan silase, (2) fermentasi media padat kultur murni, yang menggunakan mikroflora kultur murni tunggal atau campuran, misalnya untuk skala industri atau penelitian.
Dalam penelitian menggunakan metoda SSF oleh B Sundu et al (2021), untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan metodanya, menggunakan PKM sebagai substrat padat. PKM disaring (diayak) untuk memisahkan sebanyak mungkin cangkang (shell) dari bahan substrat. PKM dengan minimal kandungan cangkang digiling halus untuk memperoleh ukuran partikel 1 – 2 mm, dengan pertimbangan bahwa semakin kecil ukuran partikel akan semakin luas ukuran permukaan yang akan difermentasi oleh mikroba dan mempercepat / menyempurnakan proses fementasi.
Substrat PKM selanjutnya di-atutoklaf selama 20 menit pada tekanan 20 psi dan kemudian didinginkan. Tujuan di-autoklaf adalah untuk memanaskan dan mensterilisasi menggunakan uap panas bersuhu dan tekanan tinggi. Sebanyak 20 kg substrat tersebut diinkubasi dengan mikroba jamur yang ditentukan, diaduk sampai merata dan ditambahkan air untuk meningkatkan kelembabannya sampai tingkat kelembaban yang sesuai. Dibiarkan selama 6 hari. Setelah proses fermentasi selesai maka substrat akan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 48 jam.
Metoda di atas merupakan teknik fermentasi untuk skala penelitian, sehingga dalam skala industri yang membutuhkan kuantitas substrat yang besar akan mempunyai prosedur kerja yang berbeda. Dalam skala industri, proses SSF terdiri atas beberapa tahapan kerja yang secara sederhana bisa dikelompokkan ke dalam 3 proses yaitu proses hulu, tengah dan hilir (Mitchell et al., 2000; Ashok et al., 2017 dalam Levi Yafetto, 2022). Proses hulu meliputi penyiapan substrat dan media pertumbuhan mikro-organisma, serta isolasi mikro-organisma yang akan digunakan untuk proses fermentasi. Proses tengah di mana merupakan proses inokulasi dan fermentasi dilangsungkan. Proses hilir adalah memanen produk akhir dan dikemas.
Percobaan Fermentasi Palm kernel meal dalam Pakan Broiler
Percobaan pengaruh penggunaan fermentasi palm kernel meal dengan beberapa jenis mikro-organisma dan tingkat penggunaan yang berbeda untuk pakan broiler, menguatkan bahwa fermentasi PKM bisa lebih baik dibandingkan dengan PKM tanpa perlakuan fermentasi. Jenis mikro-organisma yang dicobakan adalah Pleorotus ostreatus, Trichoderma viride dan Aspergillus niger. Masing – masing dengan tingkatan berbeda yaitu 10% dan 20%, dibandingkan dengan pakan kontrol tanpa PKM dan pakan dengan 10% PKM tanpa perlakuan fermentasi. Ayam broiler Cobb diberi pakan percobaan sebagai pakan starter umur 1 – 21 hari dan pakan grower umur 22 – 42 hari. Performan yang diukur pada umur 42 hari adalah laju pertambahan berat badan, konsumsi pakan dan FCR.
Tabel 6. Detil pakan percobaan
Kode | Detil | Kode | Detil |
---|---|---|---|
T-1 | Kontrol | T-6 | 20% PKM tanpa fermentasi |
T-2 | 10%PKM tanpa fermentasi | T-7 | 20% PKM Aspergillus niger |
T-3 | 10% PKM Aspergilus niger | T-8 | 20% PKM Pleorotus ostreatus |
T-4 | 10% PKM Pleorotus ostreatus | T-9 | 20% PKM Trichoderma viridae |
T-5 | 10% PKM Trichoderma viride | ||
Sumber: Sundu, B, A. Adjis, S. Sarjuni, S. Mozin and U. Hatta. 2021 |
Tabel 7. Pengaruh pakan percobaan pada laju pertambahan BB, konsumsi pakan dan FCR
Pakan | Parameter | ||
Laju pertambahan BB | Konsumsi pakan | FCR | |
T-1 | 2099a | 3560a | 1,70 |
T-2 | 2021ab | 3596a | 1,79 |
T-3 | 2085a | 3583a | 1,73 |
T-4 | 2016ab | 3558a | 1,77 |
T-5 | 2011ab | 3581a | 1,78 |
T-6 | 1787b | 3365b | 1,89 |
T-7 | 2092a | 3574a | 1,71 |
T-8 | 2059ab | 3585a | 1,75 |
T-9 | 2021ab | 3594a | 1,78 |
Sumber: Sundu, B, A. Adjis, S. Sarjuni, S. Mozin and U. Hatta. 2021 |
Pemberian pakan perlakuan fermentasi palm kernel meal memberikan perbedaan yang signifikan untuk parameter pertambahan berat badan (PBB), konsumsi pakan dan FCR. Ayam yang diberikan pakan 20% PKM tanpa difermentasi mempunyai PBB yang paling rendah, bahkan dibandingkan dengan pakan kontrol yang tanpa PKM. Pakan tanpa PKM menunjukkan performan yang paling ideal dari parameter PBB dan FCR. Disusul pakan dengan PKM yang difermentasi menggunakan bakteri Aspergillus niger mempunyai performan yang baik dan secara statistik tidak berbeda nyata. Bisa disimpulkan bahwa fermentasi palm kernel meal membantu memperbaiki kualitas dan kecernaan nutrisi PKM dan bakteri Aspergilus niger merupakan fermentor yang paling ideal untuk substrat PKM.
Daftar Pustaka
Ainun Nafisah, Nahrowi, Ari Asfiandi, Muhammad Ridla dan Rita Mutia. 2022. Nutrient content and physical characteristics linkage of palm kernel meal and coconut meal after wet separation using molecular weight approach. Jambura Journal of Animal Science. Volume 5 No 1, November.
Hanim Shaakirrin Faridah, Yong Men Goh, M.M. Noordin, and Juan Boo Liang. 2020. Extrusion enhances apparent metabolizable energy, ileal protein and amino acid digestibility of palm kernel cake in broilers. Asian-Australas J Anim Sci. 33(12): 1965 – 1974.
Levi Yafetto. 2022. Application of solid-state fermentation by microbial biotechnology for bioprocessing of agro-industrial wastes from 1970 to 2020: A review and bibliometric analysis.
Mirnawati dan Gita Ciptaan. 2022. Bungkil inti sawit fermentasi sebagai pakan alternatif unggas. Andalas University Press. Cetakan Pertama. Padang
Mirwandono, E dan Z. Siregar. 2004. Pemanfaatan hidrolisat tepung kepala udang dan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspegilus niger, Rhyzopus oligoporus dan Tricoderma viridae dalam ransum ayam pedaging. Digital Library. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nwokolo, E.N, D.B. Bragg and W.D. Krrrs. 1976. The availability of amino acids from palm kernel, soybean, cottonseed and rapeseed meal for the growing chick. Poultry Science 55 : 2300-2304.
Nwokolo, E.N, D.B. Bragg and W.D. Krrrs. 1976. A Method for estimating the mineral availability in Feedstuffs. Poultry Science 55 : 2217-2221.
Prasetya, R.D.D, M. Ramadani, Nahrowi and A. Jayanegara. 2021. International Seminar on Agriculture, Biodiversity, Food Security and Health. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 883 (2021) 012064.
Sundu B and J.G. Dingle. 2011. Use of enzymes to improve the nutritional value of palm kernel meal and copra meal. Proc. Quensaland Poult. Sci. Symp. Australia, Vol: 11, (14) 1 – 15.
Sundu B, Kumar A and Dingle J. 2004. Proc. Seminar Nasional pemanfaatan sumber daya hayati berkelanjutan. Palu Tadulako University Press. Pp: 19 -25.
Suriya Kumari Ramiah et. al. 2019. Effect of feeding less shell, extruded and enzymatically treated palm kernel cake on expression of growth-related genes in broiler chickens. Italian Journal of Animal Science, Vol. 18, No. 1, 997-1004.
Wahyu Pamungkas. 2011. Teknologi fermentasi, alternatif Solusi dalam Upaya pemanfaatan bahan pakan lokal. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Subang. Media Akuakultur Volume 6 Nomor 1.
Yatno. 2011. Fraksinasi dan sifat fisiko – kimia bungkil inti sawit. Agrinak 1(1):11-16.